kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.539.000   0   0,00%
  • USD/IDR 15.740   20,00   0,13%
  • IDX 7.492   12,43   0,17%
  • KOMPAS100 1.159   4,94   0,43%
  • LQ45 920   6,72   0,74%
  • ISSI 226   -0,39   -0,17%
  • IDX30 475   4,06   0,86%
  • IDXHIDIV20 573   5,12   0,90%
  • IDX80 133   0,95   0,72%
  • IDXV30 141   1,37   0,98%
  • IDXQ30 158   1,02   0,65%

OJK Peringatkan Fintech dengan Kredit Macet di Atas 5%


Rabu, 29 Maret 2023 / 19:10 WIB
OJK Peringatkan Fintech dengan Kredit Macet di Atas 5%
ILUSTRASI. Ilustrasi Financial Technology (Fintech).


Reporter: Diki Mardiansyah | Editor: Tendi Mahadi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kendati mulai mencatatkan laba, industri fintech peer-to-peer (P2P) lending masih harus berhati-hati lantaran ada sejumlah pemain fintech yang memiliki TWP90 mencapai 5%, bahkan ada yang di atas 5%.

Asal tahu saja, TWP90 adalah ukuran tingkat wanprestasi atau kelalaian penyelesaian kewajiban yang ada pada perjanjian pendanaan di atas 90 hari sejak tanggal jatuh tempo.

Kepala Departemen Pengawasan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Triyono Gani mengatakan, apabila ada fintech yang TWP90 di atas 5%, maka OJK melakukan sejumlah langkah.

Pertama, memberikan teguran tertulis dan meminta action plan kepada fintech tersebut untuk segera menyelesaikan penurunan TWP90-nya. Kedua, setelah menerima action plan, akan dilakukan monitoring dan pantauan terhadap realisasinya.

Baca Juga: JULO Luncurkan Kampanye Buka Berkah Masa Ramadan

"Ketiga, apabila sudah terjadi perbaikan maka akan masuk ke pengawasan normal. Apabila masih belum mencapai target action plan akan dilakukan pemanggilan," kata Triyono saat dihubungi Kontan.co.id, Rabu (29/3).

Terakhir, lanjut Triyono, tidak menutup kemungkinan OJK akan memberikan sanksi terhadap fintech dengan TWP90 di atas 5%.

Salah satu fintech dengan TWP90 di atas 5% ialah Modalku. Reynold Wijaya, Co-Founder & CEO Modalku mengatakan ci tengah situasi ekonomi yang menantang, banyak industri yang mengalami perlambatan bisnis akibat terganggunya pasokan barang hingga berkurangnya permintaan di industri ritel yang pada akhirnya berdampak pada UMKM.

"Hal tersebut membuat Modalku harus memperketat kriteria penyaluran pendanaan," kata Reynold saat dihubungi Kontan.co.id, Rabu (29/3).

Di sisi lain, lanjut Reynold, total outstanding masih akan terus tergerus karena adanya run-off atau pelunasan. Sehingga sampai saat ini, Modalku masih terus berupaya untuk menstabilkan kondisi Non Perfoming Loan (NPL) tersebut, di antaranya dengan fokus dalam memulihkan pendanaan yang bermasalah.

Reynold menambahkan, Modalku juga akan terus menerapkan prinsip responsible lending untuk  memberikan pendanaan, sebagai dasar penilaian terhadap UMKM penerima dana dan kemampuan finansial mereka untuk melunasi pendanaan.

Selain itu, Modalku juga menerapkan sistem mitigasi risiko dalam menjaga angka NPL seperti melakukan assessment, monitoring, dan collection.

"Harapannya, memasuki Kuartal II-2023, Modalku dapat meningkatkan TKB90 seiring dengan implementasi upaya-upaya yang dilakukan," pungkasnya.

Sementara itu, Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira berpandangan, fintech-fintech yang masih kredit macetnya tinggi segera disarankan melakukan perbaikan manajemen risiko atau dilikuidasi atau bahkan dijual sahamnya untuk diakuisisi oleh fintech lainnya.

Baca Juga: BCA Digital Gandeng Amartha Salurkan Pinjaman ke 200 Ribu UMKM Perempuan

"Karena ini bagian dari seleksi alam dan OJK punya peran di sini untuk mengatur fintech-fintech dengan kredit macetnya tinggi," tuturnya kepada Kontan.co.id.

Menurutnya, perlu juga dilakukan evaluasi jenis fintech apa yang kredit macetnya tinggi, sebagian besar misalnya, masuk dalam sektor pembiayaan konsumsi yang sebenarnya pengembalian modalnya susah karena bukan untuk kegiatan yang sifatnya produktif.

Lebih lanjut, Bhima bilang bagaimana tim manajemen risiko di internal fintech yang kredit macetnya tinggi harus dilakukan pembenahan juga oleh OJK. Sehingga, ke depan tidak sembarangan pendaftaran fintech dibuka terlalu bebas, akan tetapi harus lebih selektif.

Kemudian, lanjut Bhima, bagaimana mediasi yang dilakukan fintech untuk menyelesaikan kredit macetnya. Jangan sampai kondisi berlarutnya fintech yang kredit macetnya tinggi itu memperburuk citra fintech terutama bagi para lender, institusional lender, ataupun ritel lender.

"Ini harus dilakukan bersih-bersihlah oleh OJK," pungkasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Survei KG Media

TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×