Reporter: Titis Nurdiana | Editor: Titis Nurdiana
Akibat salah pengelolaan, aset Jiwasraya memiliki kualitas buruk dan pengelolaan produk yang tidak optimal. “Mayoritas aset tidak likuid dan berkualias buruk,” ujar Tiko. Tercatat, per Desember 2019, aset Jiwasraya Rp 22 triliun.
Menjadi celaka dengan kualitas aset buruk itu, liabilitas atau kewajiban yang harus Jiwasraya juga jumbo yakni total mencapai Rp 51 triliun dengan perincian kewajiban atas polis tradisional mencapai Rp 35 triliun. Adapun kewajiban atas produk JS Saving Plan mencapai Rp 16 triliun.
Dengan kondisi seperti itu, risk base capital atau kemampuan Jiwasraya menanggung risiko minus 1.307% . “Adapun, batas minimal RBC sesuai POJK adalah 120%,” ujar Tiko. Dus, untuk memenuhi nya, total jenderal Jiwasraya membutuhkan suntikan dana sebesar Rp 29 triliun .
Beberapa opsi penyelematan kini tengah disusun. Yakni:
Opsi A
Bail In. Opsi ini membutuhkan dukungan dari pemilik saham Jiwasraya. Pertimbangannya, dapat dilakukan pembayaran penuh maupun sebagian. Tapi, ada risiko hukum yakni terjadi gugatan jika dibayar hanya sebagian.
Opsi B
Bail Out. Opsi penyelematan dengan skema ini membutuhkan dukungan dana dari pemerintah. Pemerintah harus menanggung usaha jiwasraya dgn mengucurkan Penyertaan Negara sebesar Rp 33 triliun untuk mengembalikan Risk Based Captal Jiwasraya menjadi 120% agar bisa beroperasi normal dan menanggung seluruh polis sesuai klaim. Hanya sajam bail out tidak dapat dilakukan kepada Jiwasraya karena belum ada peraturan terkait baik dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) maupun KSSK.
Opsi C
Membubarkan atau melikuidasi Jiwasraya. Pertimbangannya, harus dilakukan melalui OJK. Namun opsi ini memiliki dampak sosial dan politik yang signifikan.
“Dari tiga opsi tersebut, Kementerian BUMN lebih memilih opsi A atau bail in dengan mempertimbangkan aspek hukum, sosial dan politik,” tandas Tiko. Hanya opsi bail in mengharuskan kerjasama pemegang saham dan pemegang polis untuk bersama-sama menanggung resiko.
Polis Jiwasraya akan direstukurisasi atau ditunda pembayarannya untuk menanggung beban bersama, namun pemegang saham hadir untuk membantu agar polis-polis tersebut secara optimal terselesaikan.
Baca Juga: Kejagung akui kesulitan menetapkan tersangka terkait Jiwasraya dari manajer investasi
Lantas bagaimana opsi bail in ini bisa optimal?
Kata Tiko, alternatifnya adalah dengan pembentukan holding asuransi. Saat ini, Bahana Pembinaan Usaha Indonesia atau Bahana akan membawahi Perum Jaminan Kredit Indonesia (Jamkrindo), Asuransi Kredit Indonesia (Askrindo), Asuransi Jasa Indonesia (Jasindo), dan Jasa Raharja.
Sebagai pemegang saham, Kementerian Keuangan akan memberikan penyertaan modal ke Bahana. Berdasarkan data rencana pembentukan holding, Bahana kelak akan membuat new co berbendera Nusantara Life.
Lantas apa hubungannya dengan Jiwasraya? Masih dalam dokumen rencana pembentukan holding terungkap: