Reporter: Titis Nurdiana | Editor: Titis Nurdiana
KONTAN.CO.ID -JAKARTA. Pemerintah harus berkejaran waktu untuk segera menyelesaikan masalah yang membebat PT Asuransi Jiwasraya (Persero). Sebab, target pembayaran sudah mendekat yakni di di akhir Maret.
Wakil Menteri BUMN Kartiko Wirjoatmodjo mengatakan, skema penyelamatan sekaligus pembayaran polis Jiwasraya sudah selesai disusun. “Saat ini sudah kami diskusikan dengan para stake holder,” ujar Tiko panggilan karib Wamen Menteri BUMN Erick Thohir ini/ (27/2).
Menurut Tiko, peran pemerintah dalam upaya penyelamatan dan kewajiban pembayaran polis Jiwasraya melibatkan banyak pihak.
Pertama adalah Kementerian Keuangan. Selaian bendahara negara, posisi Kementerian Keuangan sangat krusial lantaran Kementerian Keuangan adalah pemegang saham 100% Jiwasraya. Untuk itu, “Sebagai pemegang saham , Kementerian Keuangan wajib bertanggung jawab atas kerugian asurani milik negara (Jiwasraya),” ujar Tiko.
Kedua, Kementerian BUMN. Dalam perusahaan asuransi negara, Kementerian BUMN adalah kuasa pemegang saham (dari Kemenkeu) dengan peran sebagai pengelola BUMN. Sebagai pemegang kuasa pemegang saham, Kementerian BUMN juga wajib ikut bertanggungjawab atas kerugian perusahaan asuransi negara.
Ketiga, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yakni dengan peran dengan dukungan terhadap proses restrukturisasi dan melakukan monitoring secara berkala kepada perusahaan dan industri dengan aneka regulasi
Keempat, Kejaksaan Agung. “Saat ini, Kejaksaan sangat agresif dalam melakukan penyidikan dan melakukan penyitaan aset atas dugaan adanya kerugian negara sebagai akibat pengelolaan Jiwasraya,” ujar Tiko. Saat ini, kata Tiko, Kejaksaan Agung bahkan membentuk Tim Pelacak Aset (PER013/A/JA/06/2014 demi pemulihan aset.
“Kami terus melakukan koordinasi dengan semua stake holder tersebut,” tandas Tiko. Kondisi ini harus dilakukan lantaran defisit ekutitas yang harus dibutuhkan perusahaan asuransi milik negara ini superjumbo sampai Rp 29 triliun.
Baca Juga: Jiwasraya bayar cicilan klaim mulai Maret, begini skema lengkapnya
Akibat salah pengelolaan, aset Jiwasraya memiliki kualitas buruk dan pengelolaan produk yang tidak optimal. “Mayoritas aset tidak likuid dan berkualias buruk,” ujar Tiko. Tercatat, per Desember 2019, aset Jiwasraya Rp 22 triliun.
Menjadi celaka dengan kualitas aset buruk itu, liabilitas atau kewajiban yang harus Jiwasraya juga jumbo yakni total mencapai Rp 51 triliun dengan perincian kewajiban atas polis tradisional mencapai Rp 35 triliun. Adapun kewajiban atas produk JS Saving Plan mencapai Rp 16 triliun.
Dengan kondisi seperti itu, risk base capital atau kemampuan Jiwasraya menanggung risiko minus 1.307% . “Adapun, batas minimal RBC sesuai POJK adalah 120%,” ujar Tiko. Dus, untuk memenuhi nya, total jenderal Jiwasraya membutuhkan suntikan dana sebesar Rp 29 triliun .
Beberapa opsi penyelematan kini tengah disusun. Yakni:
Opsi A
Bail In. Opsi ini membutuhkan dukungan dari pemilik saham Jiwasraya. Pertimbangannya, dapat dilakukan pembayaran penuh maupun sebagian. Tapi, ada risiko hukum yakni terjadi gugatan jika dibayar hanya sebagian.
Opsi B
Bail Out. Opsi penyelematan dengan skema ini membutuhkan dukungan dana dari pemerintah. Pemerintah harus menanggung usaha jiwasraya dgn mengucurkan Penyertaan Negara sebesar Rp 33 triliun untuk mengembalikan Risk Based Captal Jiwasraya menjadi 120% agar bisa beroperasi normal dan menanggung seluruh polis sesuai klaim. Hanya sajam bail out tidak dapat dilakukan kepada Jiwasraya karena belum ada peraturan terkait baik dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) maupun KSSK.
Opsi C
Membubarkan atau melikuidasi Jiwasraya. Pertimbangannya, harus dilakukan melalui OJK. Namun opsi ini memiliki dampak sosial dan politik yang signifikan.
“Dari tiga opsi tersebut, Kementerian BUMN lebih memilih opsi A atau bail in dengan mempertimbangkan aspek hukum, sosial dan politik,” tandas Tiko. Hanya opsi bail in mengharuskan kerjasama pemegang saham dan pemegang polis untuk bersama-sama menanggung resiko.
Polis Jiwasraya akan direstukurisasi atau ditunda pembayarannya untuk menanggung beban bersama, namun pemegang saham hadir untuk membantu agar polis-polis tersebut secara optimal terselesaikan.
Baca Juga: Kejagung akui kesulitan menetapkan tersangka terkait Jiwasraya dari manajer investasi
Lantas bagaimana opsi bail in ini bisa optimal?
Kata Tiko, alternatifnya adalah dengan pembentukan holding asuransi. Saat ini, Bahana Pembinaan Usaha Indonesia atau Bahana akan membawahi Perum Jaminan Kredit Indonesia (Jamkrindo), Asuransi Kredit Indonesia (Askrindo), Asuransi Jasa Indonesia (Jasindo), dan Jasa Raharja.
Sebagai pemegang saham, Kementerian Keuangan akan memberikan penyertaan modal ke Bahana. Berdasarkan data rencana pembentukan holding, Bahana kelak akan membuat new co berbendera Nusantara Life.
Lantas apa hubungannya dengan Jiwasraya? Masih dalam dokumen rencana pembentukan holding terungkap:
Pertama, untuk memenuhi kewajibannya ke pemegang polis, Jiwasraya akan menjual aset-asetnya ke Jiwasraya. Untuk memenuhi kewajiban di tahun 2020, Jiwasraya akan menjual aset senilai Rp 1 triliun sampai Rp 2 triliun ke Bahana. Dari uang itu pula, Jiwasraya akan membayar polis tradisional yang jatuh tempo.
Kedua, pemerintah akan tetap melanjutkan pembentukan anak usaha Jiwasraya yakni Asuransi Jiwasraya Putra. Investor strategis kelak akan membeli saham Jiwasraya di Jiwasraya Putra dengan proyeksi pendapatan Rp 2 triliun. Dengan begitu, kelak investor startegis akan menjadi patner dan menggarap bisnis asuransi bersama pemegang saham lainnya seperti PT Bank Tabungan Negara Tbk, Pegadaian (Persero), PT Kereta Api Indonesia (Persero), dan PT Telkomsel.
Ketiga, portofolio tradisional termasuk kewajiban atau liabilitas ritel dan korporsi serta aset yang tidak memiliki likuiditas tinggi dari Jiwasraya akan dialihkan ke Nusantara Life. Dan Nusantara Life kelak akan menjalankan bisnis asuransi secara going concern.
Keempat, portfolio saving plan, termasuk kewajibannya dan aset-aset dengan likuiditas tinggi akan tetap di Jiwasraya, selanjutnya akan dilikuidasi untuk pelunasan klaim.
Kelima, Penyerataan Modal Negara (PMN) diajukan ke pemerintah (Kementerian keuangan) untuk menutup equity gap Nusantara Life dari pengalihan portofolio, dimana dapat berupa cash maupun non cash.
Sebagai ilustrasi neraca Nusantara Life kelak akan seperti ini:
Dengan pengalihan liabilitas dari produk tradisional dari Jiwasraya Rp 31 triliun,
Nusantara Life kelak memiliki aset Rp 37 triliun.
Perinciannya: Rp 8 triliun sampai Rp 10 triliun, (berupa surat utang yang diterbitkan Bahana dengan janji pembayaran atau amortisasi berdasarkan dividen anak usaha yang diperoleh selama lima tahun mulai 2020-2024),
-Penyertaan modal negara non cash dari pemerintah melalui Bahana yang dapat berupa obligasi rekapitalisasi. Besarannya Rp 7 triliun sampai Rp 9 triliun.
-Penyertaan modal negara secara cash melalui Bahana untuk likuiditas Jiwasraya sebesar Rp 6 triliun sampai Rp 8 triliun.
-pendapatan premi baru maupun lama Rp 12 triliun.
Keenam, BUMN diberikan mandat untuk mendirikan holding asuransi (Bahana). Bahana akan meneruskan PMN dan akan menerbitkan surat utang ke Nusantara Life. Surat utang berupa non cash yang akan diamortisasi berdasarkan dividen dari anak perusahaan lainnya.
Tentu saja, berbagai opsi ini masih harus mendapat persetujuan dari parlemen serta pemegang saham yakni Menteri Keungan sebagai wakil pemerintah.
Hanya merujuk keterangan Menteri Keuangan yang notabene menjadi wakil pemerintah sebagai pemegang saham sekaligus belanja negara, proses bail in jika kelak menjadi opsi baru bisa dilakukan di tahun depan atau 2021. “APBN 2020 tidak ada anggaran untuk penyelamatan Jiwasraya,” ujar Sri Mulyani
Artinya, jika nantinya ada opsi penyelamatan dari Kementerian Keuangan maka akan dilakukan tahun 2021. Sebab, harus membahas terlebih dahulu dengan anggota dewan. “Kalau masuk (anggaran) tahun 2021, akan kami sampaikan dan bahas ke dewan agar dapat gambaran yang komplit,” ujar Sri Mulyani.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News