Reporter: Ahmad Ghifari | Editor: Tendi Mahadi
Tumbur menjelaskan bagi fintech lending yang akan memperoleh izin usaha dari OJK, mereka berkewajiban untuk menyalurkan pembiayaannya minimal 20% dari total pinjamannya ke sektor UMKM. Partisipasi penyelenggara fintech lending akan membuka lebih luas akses pembiayaan kepada masyarakat yang unbanked, underserved atau yang belum terlayani Iembaga keuangan konvensional.
“AFPI mengapresiasi komitmen para penyelenggara fintech lending dalam menjalankan usaha secara transparan dan memiliki perhatian khusus terhadap perlindungan konsumen. Status izin usaha diberikan kepada platform terdaftar di OJK yang telah memenuhi sejumlah persyaratan seperti keamanan sistem informasi berupa ISO 27001 yang merupakan standar Internasional dalam menerapkan sistem manajemen keamanan informasi,” ucap Tumbur.
Tumbur berharap agar penerimaan izin usaha dan 12 member AFPI kali ini dapat menginspirasi member Iainnya yang masih berproses. "Untuk menjadi penyelenggara fintech P2P lending harus comply terhadap regulasi dan aturan dari OJK maupun dari asosiasi demi menjaga kredibilitas industri," ucap Tumbur.
Baca Juga: Bahana Artha Ventura catat pembiayaan ultra mikro Rp 520 miliar per Oktober
Sementara itu, Pemberian izin usaha dari OJK diyakini menandakan kredibilitas industri fintech lending semakin tinggi. Hal ini terlihat dari meningkatnya angka penyaluran pinjaman dari seluruh anggota AFPI kepada masyarakat.
Berdasarkan data OJK hingga Oktober 2019, total penyaluran pinjaman dari fintech lending mencapai Rp 68 triliun, meningkat 200% dari posisi Oktober tahun Ialu.
Pemberi pinjaman juga meningkat 178.62% menjadi 578.158 entitas. Begitu juga rekening borrower (peminjam) bertambah 266.71% menjadi 15.986.723 entitas.
Baca Juga: LinkAja kembangkan essential use cases demi penuhi kebutuhan konsumen
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News