kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

BI menjamin tidak ada kartel bunga bank


Kamis, 21 Maret 2013 / 09:22 WIB
BI menjamin tidak ada kartel bunga bank
ILUSTRASI. Ilustrasi harga emas hari ini di Pegadaian, Rabu 27 Oktober 2021. ANTARA FOTO/FB Anggoro/foc.


Reporter: Dyah Megasari |

JAKARTA. Direktur Akunting dan Sistem Pembayaran Bank Indonesia (BI), Boedi Armanto menegaskan, tidak ada kartel suku bunga kredit perbankan. Hal ini menjawab dugaan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) terkait kartel suku bunga perbankan.

"Kami tegaskan di perbankan Indonesia tidak ada kartel suku bunga kredit. Semua bank akan berkompetisi memberikan penawaran bunga kredit terbaik karena mereka juga wajib mencantumkan suku bunga kredit," kata Boedi saat ditemui di Hotel Merlynn Park Jakarta, Rabu (20/3).

Boedi menjelaskan, suku bunga kredit perbankan Indonesia masih tinggi disebabkan karena struktur biaya di perbankan nasional masih tinggi, khususnya biaya overhead, keuntungan dan biaya lain-lain yang harus dikeluarkan perbankan.

Selama ini, perbankan tanah air memang cenderung sedang berekspansi dan hal tersebut akan menambah biaya bagi perbankan. Ekspansi yang dimaksud adalah menambah jumlah kantor cabang, biaya membangun infrastruktur hingga biaya untuk sumber daya manusia (SDM)-nya.

"Suku bunga kita masih tinggi disebabkan karena struktur biaya kredit tersebut juga masih tinggi. Sehingga ini harus ditanggung oleh konsumen," tambahnya.

Boedi juga membantah bahwa suku bunga kredit perbankan di Indonesia merupakan yang tertinggi. Hal ini disebabkan perbankan tanah air juga harus mengeluarkan biaya yang tinggi untuk operasional perbankan.

Di sisi lain, perbankan juga masih mencari untung untuk bisa membayar bunga nasabah dan gaji karyawannya. "Suku bunga kredit kita juga sudah bersaing. Tapi kalau perbankan Indonesia dibandingkan dengan perbankan di Malaysia dan Singapura, rasanya akan tidak seimbang," katanya.

Hal ini disebabkan dengan penduduk Indonesia yang berada di negara kepulauan ini, maka perbankan juga harus menginvestasikan seluruh biaya operasional, baik dalam hal SDM hingga kantor cabang. Perbankan yang harus mendirikan kantor cabang di seluruh pelosok ini juga memerlukan biaya investasi yang tidak sedikit.

"Kami tegaskan di perbankan Indonesia tidak ada kartel suku bunga kredit. Semua bank akan berkompetisi memberikan penawaran bunga kredit terbaik," Direktur Akunting dan Sistem Pembayaran BI, Boedi Armanto.

Boedi mengatakan, suku bunga kredit di perbankan Malaysia dan Singapura cenderung akan lebih rendah karena kedua negara tersebut tidak masif dalam membuka kantor cabang. Namun bila dibandingkan suku bunga kredit di Malaysia dan Singapura, posisi suku bunga Indonesia dianggap lebih tinggi karena biaya yang ditanggung perbankan tanah air juga tinggi.

Untuk menurunkan upaya tersebut, saat ini bank sentral sedang menggodok aturan branchless banking, suatu layanan perbankan tanpa melalui kantor cabang. "Sekarang kan sudah marak sms, internet dan era mobile banking. Sehingga ini akan menurunkan cost dari masing-masing perbankan," tambahnya.

Sementara untuk daerah terpencil (remote), layanan akses perbankan masih bisa dilakukan dengan cara nasabah akan ditemui agen perbankan. "Biaya untuk membangun kantor cabang di Jawa, Kalimantan dan Papua pun berbeda. Sehingga hitungan cost ini nanti akan membesar karena hal tersebut merupakan overhead cost-nya," katanya.

Sementara itu, untuk mengantisipasi pemberlakuan suku bunga yang tinggi, Boedi sudah meminta soal rencana perbankan untuk mencantumkan suku bunga kredit atau suku bunga tabungan, sehingga diharapkan masyarakat akan bisa mengetahui persaingan tentang suku bunga kredit di masing-masing perbankan.

Seperti diberitakan, Tim Kajian dan Tim Monitoring Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) telah menyelesaikan tugasnya untuk mengumpulkan informasi awal tentang struktur pasar dan perilaku usaha dua komoditas penting masyarakat, yaitu bawang putih dan suku bunga perbankan.

Terkait suku bunga perbankan, tim kajian telah melaporkan kepada komisi dan telah diputuskan bahwa KPPU akan menyelidiki dugaan kartel atas tingginya suku bunga ini melalui perkara inisiatif. "Kami akan menyelidiki, apakah benar tingginya suku bunga perbankan ini karena tingginya overhead cost atau kartel," kata Komisioner KPPU Syarkawi Rauf.

Tim penyelidik mulai bekerja dan mengumpulkan bukti-bukti dan diharapkan dalam maksimal 60 hari, KPPU dapat menentukan apakah dugaan kartel ini masuk ke perkara atau tidak. KPPU memang berkomitmen untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat melalui pencapaian efisiensi ekonomi dan dunia usaha.

"Kartel adalah perilaku persaingan tidak sehat yang selain dilarang UU Nomor 5/1999 juga jelas bisa menghambat pencapaian hal ini," ujar Syarkawi. (Didik Purwanto/Kompas.com)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×