Reporter: Nina Dwiantika | Editor: Hendra Gunawan
JAKARTA. Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) saling bersinergi dalam mengawasi layanan keuangan digital (LKD) dan branchless banking. Pasalnya, aturan LKD dan branchless banking ini saling berhubungan dari fungsi keagenan yang akan menjalankan tugas sistem pembayaran melalui uang elektronik (e-money) dan produk perbankan seperti simpanan dan kredit.
Ronald Waas, Deputi Gubernur BI, mengatakan, pihaknya terus melakukan koordinasi dengan OJK dalam melaksanakan LKD dan branchless banking. Misalnya, BI hanya akan mengawasi perbankan yang menjalankan layanan uang elektronik pada agen-agen perbankan.
"Jika ada penyelewengan pada e-money di LKD maka itu akan masuk pengawasan BI," kata Ronald, Kamis (19/6).
Lanjutnya, masing-masing regulator memiliki tugas, artinya jangan mencampur adukan peraturan dan pengawasan LKD dan branchless banking. Sedangkan, OJK fokus pada pengawasan fungsi keagenan pada produk-produk bank. Jika ada penyelewengan pada produk bank maka itu masuk pengawasan OJK.
"Kami terus melakukan sinergi dengan OJK dalam pengawasan perbankan, karena setiap Jumat kami rapat koordinasi," ucapnya.
Nah, BI dan OJK membagi dua jenis agen yakni berbadan hukum dan perorangan. Kriteria utama agen adalah memiliki kemampuan dan reputasi. Memiliki usaha utama dengan lokasi tetap. Lulus uji tuntas (due diligance). Menempatkan deposit sesuai dengan yang ditetapkan oleh bank.
"Anggota agen untuk LKD misalnya, dipilih dan direkrut oleh bank," kata Riki Satria, Asisten Direktur Departemen Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM.
Riki menambahkan, perbankan yang akan menjalankan LKD dan branchless banking akan menyatukan keanggotaan agen pada dua bisnis tersebut, karena jika dibeda-bedakan akan mengeluarkan biaya (cost) yang lebih besar.
Sekedar contoh, jika bank A ingin memanfaatkan agen-agen dari bank B, maka bank B dapat diberikan kesempatan dengan kewajiban pembayaran komisi atau fee.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News