Reporter: Wahyu Satriani |
JAKARTA. Bank Indonesia (BI) belum merestui keinginan pembentukan perusahaan operator ATM seperti keinginan Himpunan Bank-Bank Negara (Himbara ) dan PT Telekomunikasi Indonesia (Telkom). Sedianya, perusahaan ini kelak menjadi pelaksana tunggal sistem pembayaran perbankan pelat merah.
Aribowo, Kepala Biro Direktorat Akunting dan Sistem Pembayaran BI menyatakan, BI belum memproses perizinannya lantaran masih menanti hasil kajian focus group discusion tentang rencana penggabungan sistem pembayaran alias National Payment Gateway (NPG). "Kami hold dulu," kata Aribowo kepada KONTAN, Selasa (1/2).
BI menargetkan, kajian ini selesai kuartal I-2011. Dari kajian itu, para stakeholder di bisnis alat pembayaran menyepakati bagaimana NPG dijalankan dan siapa pelaksananya. "Pokoknya kami diskusikan dulu sampai benar-benar matang," katanya lagi.
Aribowo menuturkan, kubu pemerintah, yakni Himbara plus Telkom, telah memberikan mandat ke PT Finnet Indonesia, anak usaha Telkom, untuk mengajukan izin. Selama ini, Finnet memegang urusan kliring dan settlement. Sedangkan PT Sigma Citra Caraka, anak usaha Telkom yang selama ini menjadi penyelenggara Link, akan mengurusi masalah switching.
ATM Link selama ini melayani transaksi antarbank BUMN. Jaringan ini merupakan kerjasama Himbara dengan Sigma sebagai pengelola jaringan. "Mereka selama ini bisa jasa switching, tetapi kliring dan settlement belum bisa, karena izinnya belum ada," kata Aribowo.
Sekadar mengingatkan, BI berharap lewat NPG ini akan terjadi kongsi antar keempat pengelola ATM. Mereka adalah PT Artajasa Pembayaran Elektronis (Artajasa), PT Rintis Sejahtera (Prima), serta PT Daya Network Lestari pengelola jaringan ALTO.
Sayang, harapan BI kurang mendapat respon. Kubu pemerintah konon akan maju sendiri.
Milik YKK BI
Direktur Utama Finnet Indonesia Waldan Bakara, enggan menanggapi informasi pengajuan perizinan kliring dan settlement ini. "Saya belum bisa berkomentar," tepis Waldan kepada KONTAN melalu pesan singkat.
Riskan Chandra, Direktur Utama PT Sigma Cipta Caraka, juga enggan memberikan penjelasan soal perizinan itu. Dia beralasan, Link merupakan wewenang Himbara. "Kami hanya penyelenggara, jadi tanya ke Himbara saja," elak Riskan.
Asal tahu saja, salah satu pemilik Finnet adalah Yayasan Kesejahteraan Karyawan (YKK) BI. Yayasan ini memiliki 30% saham Finnet melalui PT Mekar Prana Indah (MPI). Sedangkan kepemilikan selebihnya, yakni 70% saham, merupakan milik Telkom.
Sebelumnya Budi Gunadi Sadikin, Ketua Asosiasi Sistem Pembayaran Indonesia yang (ASPI) dan Direktur Bank Mandiri menjelaskan, pihaknya telah memberikan surat kuasa kepada Sigma untuk mengurus masalah perizinan ke BI. "Penyelenggaranya bukan Himbara, melainkan Sigma milik Telkom. Jadi yang meminta izin, ya, Sigma," ujar Budi yang juga pengurus Himbara ini.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News