Reporter: Ferrika Sari | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Ketua advokasi BPJS Watch Timboel Siregar menyebut, dugaan perkara tindak korupsi pada pengeloaan dana BPJS Ketenagakerjaan berbeda dengan kasus Jiwasraya dan Asabri.
Sebab, tidak ada saham milik Benny Tjokro pada investasi lembaga publik tersebut. Walau pada Mei 2016 lalu, Benny sempat memohon kepada BPJS Ketenagakerjaan untuk membeli saham Hanson International berdasarkan dokumen yang ia peroleh.
"Seluruh lembaga punya uang seperti Jiwasraya, Asabri dan BPJS Ketenagakerjaan diminta untuk membeli saham Benny. Jiwasraya dan Asabri membeli tapi BPJS menolak," kata Timboel, kepada Kontan.co.id, Jumat (22/1).
Dengan begitu, menyamakan kasus Jiwasraya dengan BPJS sebagai sesuatu yang tidak tepat. Ia juga mempertanyakan, apakah Kejaksaan Agung (Kejagung) telah menemukan fakta kecurangan. Bukan justru menyasar unrealized loss (kerugian tidak nyata) investasi saham ketika pasar modal goyang akibat Covid-19.
Baca Juga: Ini kata BPJS Watch soal kasus dugaan korupsi BPJS Ketenagakerjaan
"Misalnya, pada 2020 beli saham pada harga Rp 10 ribu. Karena harga saham turun, saham dari yang nilainya Rp 100 ribu menjadi Rp 85 ribu. Itu belum tentu rugi, saham akan rugi ketika dijual," lanjutnya.
Apalagi portofolio saham lembaga ini relatif baik karena mayoritas ditempatkan pada saham LQ45. Walau ada sebagain bukan LQ45 tapi punya kapitalisasi saham baik seperti Waskita Karya, Krakatau Steel, Wijaya Karya dan Astra Agro Lestari.
Tidak hanya ia, ia juga menilai manajemen cendrung berhati - hati dalam mengelolaan dana masyarakat. Bahkan, hal ini sudah diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 55 Tahun 2015 Tentang Pengelolaan Aset Jaminan Sosial Ketenagakerjaan. Ditambah lagi dengan POJK Nomor 1/POJK.05/2016 Tentang Investasi Surat Berharga Negara Bagi Lembaga Keuangan Non-Bank.