kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 2.122.000   32.000   1,53%
  • USD/IDR 16.630   72,00   0,43%
  • IDX 8.051   42,68   0,53%
  • KOMPAS100 1.123   6,98   0,62%
  • LQ45 810   0,68   0,08%
  • ISSI 279   2,38   0,86%
  • IDX30 423   1,81   0,43%
  • IDXHIDIV20 485   2,83   0,59%
  • IDX80 123   0,38   0,31%
  • IDXV30 132   0,38   0,29%
  • IDXQ30 135   0,57   0,43%

BPR Merger Bukan Jaminan Laba Naik, Ini Contoh Kasusnya


Rabu, 18 Juni 2025 / 05:55 WIB
BPR Merger Bukan Jaminan Laba Naik, Ini Contoh Kasusnya
ILUSTRASI. ilustrasi cover rupiah. KONTAN/Muradi/2016/10/06


Reporter: Adrianus Octaviano | Editor: Yudho Winarto

Komisaris Independen BPR Modern Express, Arif Windarto, menyampaikan bahwa dorongan merger BPR sejatinya dilatarbelakangi ketentuan OJK terkait pemenuhan modal inti minimum dan mekanisme penggabungan, peleburan, serta pengambilalihan BPR.

Menurutnya, konsolidasi tetap penting karena bisa memperkuat struktur permodalan, meningkatkan efisiensi, daya saing, serta mempercepat layanan digital berbasis teknologi informasi.

"Dengan adanya merger, jangkauan layanan pun bisa lebih luas," ujarnya.

Namun demikian, Direktur Utama BPR Hasamitra, I Nyoman Supartha, mengingatkan bahwa kekuatan modal bukan satu-satunya penentu kinerja BPR.

Ia menekankan pentingnya kesadaran manajemen untuk menjaga kesehatan keuangan dan kepatuhan terhadap regulasi.

Baca Juga: Tren Penurunan Jumlah BPR Diprediksi akan Terus Berlanjut, Ini Pendorongnya

Menurutnya, banyak BPR yang ditutup bukan karena minim modal, melainkan karena rasio kecukupan modal (CAR) yang rendah, rasio kredit bermasalah (NPL) yang tinggi, atau ketidakpatuhan terhadap aturan OJK.

BPR Hasamitra, yang menjadi salah satu BPR terbesar di Sulawesi Selatan dan Barat, terus fokus pada tata kelola, transformasi digital, dan manajemen risiko yang kuat.

Aset BPR Hasamitra per Maret 2025 tercatat mencapai Rp 2,99 triliun.

Nyoman juga menekankan pentingnya pendekatan lokal dan personal terhadap nasabah, terutama pelaku UMKM.

“Bank besar cenderung tidak fleksibel, sementara kami bisa menyesuaikan produk dengan kebutuhan masyarakat dan membangun hubungan sosial yang kuat,” ujarnya.

Sementara itu, Ketua Umum Perbarindo, Tedy Alamsyah, menilai bahwa mayoritas merger BPR selama ini terjadi karena dorongan regulasi, bukan inisiatif sukarela.

Ia menegaskan bahwa BPR tetap harus mengingat kembali visi awalnya: melayani segmen masyarakat dan pelaku usaha kecil yang belum terjangkau layanan perbankan formal.

“Tentunya, pendekatan model bisnis harus berbeda di era teknologi yang berkembang pesat saat ini,” tegasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Tag


TERBARU

[X]
×