Reporter: Annisa Aninditya Wibawa |
JAKARTA. Untuk membangun infrastruktur branchless banking, PT Bank Tabungan Pensiunan Nasional Tbk (BTPN) berani merogoh kocek cukup dalam. Dana yang dikeluarkan untuk membangun kantor cabang virtual mencapai US$ 2,3 juta atau setara Rp 22,54 miliar.
"Kami sudah menyiapkan program ini sejak 2011," aku Senior Vice President Head of Sales BTPN, Donny Prasetya, Rabu, (12/6).
BTPN hanya mempunyai 30 Anjungan Tunai Mandiri (ATM) dan tak punya Electronic Data Capture (EDC). Menurutnya, investasi ATM terbilang mahal, yakni US$ 6.000 hingga 9.000 per mesin. Kemudian untuk EDC juga bisa US$ 700 per unit. Apalagi, untuk membangun sebuah cabang, bank perlu mengeluarkan sampai miliaran Rupiah.
Maka dari itu, ia menilai investasi untuk sistem branchless banking ini merupakan pilihan yang tepat. Dengan investasi sebesar itu, BTPN merasa bisa melakukan efisiensi karena tak perlu membuka banyak cabang. Terlebih, pasar utama BTPN merupakan segmen mass market. Hanya saja, program ini baru akan berhasil bila telah menampung banyak nasabah.
BTPN menggunakan ponsel dan agen untuk layanan branchless banking. Jadi, nasabah bisa melakukan transaksi dengan mudah melalui telepon genggam. Namun untuk penyetoran atau penarikan tunai, nasabah harus menemui agen.
Ia bilang, ini merupakan program yang dapat dinilai dalam jangka panjang. Misalnya, di awal nasabah tersebut mulai menyimpan dana di BTPN. Untuk menyimpan dana ini pun BTPN menjanjikan bunga 4% bagi nasabah. Tapi nanti, Donny berharap mereka dapat melakukan kredit di BTPN.
Meski begitu, Donny belum mau menyebut berapa target akuisisi nasabah dari program uji coba branchless banking yang dilaksanakan Mei sampai November ini.
"Kami ingin lihat dulu. Maunya, ketika mereka mulai mendapat akses perbankan, pertama kali dengan BTPN. Sehingga nanti ke depannya apa pun juga bisa dengan kami," ujarnya.
Ia menyebut bahwa BTPN melihat potensi besar dari program branchless banking ini. Ini berangkat dari data International Finance Corporation (IFC) yang menjelaskan bahwa terdapat kurang lebih 160 juta masyarakat Indonesia yang memiliki telepon genggam. Namun, hanya sekitar 60 juta orang yang mempunyai akses terhadap perbankan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News