Reporter: Dina Mirayanti Hutauruk | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Bank Indonesia (BI) telah menurunkan suku bunga acuan tiga kali sebanyak 75 basis poin sepanjang tahun ini menjadi 5,25%. Namun, penurunan itu belum belum berdampak besar terhadap pengurangan biaya dana atau cost of fund (CoF) yang ditanggung bank.
PT Bank Rakyat Indonesia Tbk misalnya masih mencatatkan biaya dana stabil pada bulan Agustus dibanding posisi Juni 2019 lalu yakni 3,64%. "Proses penyesuaian suku bunga memang membutuhkan waktu," kata Haru Koesmahargyo, Direktur Keuangan BRI kepada Kontan.co.id, Selasa (2/10).
Sementara secara tahunan atau year on year (yoy) dan year to date atau sepanjang tahun ini, cost of fund BRI masih tercatat naik sebagai dampak dari kenaikan BI rate (BI7DRR) pada semester II-2018. Penurunan BI rate yang terjadi tahun ini baru dimulai pada Juli.
Meskipun belum akan signifikan, BRI tetap melihat penurunan suku bunga acuan akan membawa dampak pada penurunan biaya dana tahun ini. Haru perkirakan CoF akan turun ke level 3,60% di ujung tahun.
Guna menjaga rasio biaya dana, BRI akan memaksimalkan perolehan dana murah (CASA) baik produk Tabungan maupun Giro. Hingga akhir tahun rasio CASA akan dijaga minimal 60%.
Untuk produk tabungan misalnya, BRI akan mengoptimalkan jaringan kerja BRI yang berjumlah sekitar 10.000 dan juga agen Brilink yang mencapai 400.000 agen.
Sedangkan dari sisi digital, BRI juga telah mengembangkan BRIMO, new BRI Mobile, yang semakin memudahkan nasabah BRI. untuk mengakses layanan BRI. "Dari sisi produk Giro, BRI akan mengoptimalkan potensi dari nasabah Korporasi melalui transaction banking dan pengembangan ekosistem pembayaran," kata Haru.
BRI tidak khawatir penurunan bunga acuan berdampak pada penurunan likuiditas. Setelah LPS menurunkan suku bunga penjaminan sebesar 25 basis poin mengikuti penyesuaian BI rate, BRI juga telah menyesuaikan suku bunga deposito dimana counter rate saat iniberada pada kisaran 4,75%-5,75%.
Haru melihat kondisi likuiditas pada paruh kedua ini akan membaik sejalan pola pengeluaran pemerintah yang lebih ekspansif di semester II dan ditambah dengan kebijakan penurunan giro wajib minimum (GWM) 50 basis poin yang berlaku mulai Juli 2019.
"Keduanya diharapkan akan semakin menambah likuiditas pada perbankan dan semakin memberi tambahan ruang untuk penyaluran kredit," tandas Haru.