kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Cegah pencucian uang, OJK rilis aturan baru bagi fintech


Selasa, 09 Februari 2021 / 16:53 WIB
Cegah pencucian uang, OJK rilis aturan baru bagi fintech
ILUSTRASI. Peer to Peer Lending.


Reporter: Ferrika Sari | Editor: Tendi Mahadi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) makin ketat mengatur sektor fintech lending. Yang terbaru, OJK merilis aturan untuk mencegah fintech menjadi tempat pencucian uang dan pendanaan terorisme. 

Hal itu tertuang dalam Surat Edaran OJK Nomor 6/SEOJK.05/2021 tentang Pedoman Penerapan Program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme Bagi Penyelenggara Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi.

Aturan ini ditandatangani Kepala Eksekutif Pengawas Industri Non-Bank OJK Riswinandi dan berlaku mulai 29 Januari 2021. Beleid tersebut berisi 108 halaman yang memuat sembilan poin penting, diantaranya mengenai program anti pencucian uang dan pendanaan terorisme.

Baca Juga: OVO lanjutkan pengembangan produk asuransi dan investasi dalam platform

Selanjutnya, pengawasan aktif direksi dan dewan komisaris untuk menjelaskan terkait mekanisme dan tata cara pengawasan. Berikutnya, kebijakan dan prosedur melalui identifikasi dan verifikasi calon nasabah, pengelolaan risiko, pemeliharaan data dan pelaporan kepada PPATK. 

"Kemudian pelaporan serta penjelasan mengenai mekanisme pelaporan untuk program penerapan anti pencucian uang dan pencegahan pendanaan terorisme kepada OJK dan PPATK," tulis beleid itu, mengutip keterangan resmi OJK, Jumat (29/1).

Melalui beleid tersebut, OJK mengungkapkan alasan kenapa aturan ini hadir. Menurut OJK, layanan fintech sangat rentan digunakan sebagai sarana pencucian uang, pendanaan terorisme dan pendanaan senjata pemusnah massal.  

Baca Juga: Tahun ini, LinkAja fokus perkuat ekosistem pembayaran digital

"Semakin komplek produk layanan, serta meningkatnya pengguna teknologi informasi di industri jasa keuangan, mengakibatkan semakin tinggi risiko fintech digunakan sebagai sarana pencucian uang," terang aturan tersebut. 

Guna mengantisipasi tersebut, kata OJK, perlu ada peningkatan kualitas penerapan program tersebut melalui pendekatan berbasis risiko sesuai prinsip umum yang berlaku secara internasional dan sejalan dengan penilaian nasional serta sektoral. 

Beberapa modus pendanaan terorisme, misalnya, pendana fintech memecah transaksi hasil kejahatan dalam beberapa transaksi bernilai kecil ke peminjam untuk menghindari pelaporan keuangan. Modus lainnya, pendana fintech menyalurkan dana kepada lebih dari satu peminjam untuk menghindari kecurigaan. 

Baca Juga: Ada pandemi, pengguna DANA tumbuh 25% sepanjang 2020

Sementara modus pendanaan terorisme, biasanya pelaku meretas akun milik nasabah dan digunakan untuk meminjam ke fintech. Nantinya, dana tersebut digunakan untuk kegiatan terorisme. 

Selain itu, pendana fintech baik dari individu atau lembaga memberikan pinjaman kepada peminjam yang terafiliasi untuk mendanai jaringan dan kegiatan terorisme. Selain itu, peminjam menyamarkan kegiatan usahanya, seperti berdagang namun digunakan untuk kegiatan terorisme. 

Selanjutnya: PasarPolis fokus menggarap bisnis insurtech di 3 negara ini

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×