kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,78   -24,72   -2.68%
  • EMAS1.326.000 0,53%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Celah industri di asuransi tambahan


Senin, 13 Januari 2014 / 09:32 WIB
Celah industri di asuransi tambahan
ILUSTRASI. Bendera Uni Emirat Arab


Reporter: Benediktus Krisna Yogatama, Yuliani Maimuntarsih | Editor: Wahyu T.Rahmawati

JAKARTA. Sejumlah perusahaan asuransi mengaku tidak khawatir bisnis mereka terganggu akibat berlakunya program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang diselenggarakan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. Perusahaan-perusahaan asuransi mengaku, memiliki pasar berbeda dengan sebagian besar peserta JKN yang diselenggarakan BPJS Kesehatan.

Program JKN akan bersinggungan dengan asuransi kesehatan yang ditawarkan perusahaan asuransi konvensional. Penjualan asuransi kesehatan sedang meningkat cepat belakangan ini, dibarengi meningkatnya kesadaran masyarakat akan kesehatan dan berasuransi. Tidak hanya itu, perusahaan asuransi konvensional harus bersaing dengan BPJS Kesehatan yang mempunyai jutaan peserta.

Meski bersinggungan dengan BPJS Kesehatan, perusahaan asuransi komersial mengatakan punya segmen pasar lain. Junaidi, Wakil Presiden Direktur Pan Pacific Insurance, mengatakan bisnis perusahaannya tidak terlalu terganggu dengan kehadiran JKN oleh BPJS Kesehatan. "Sementara ini, peserta JKN oleh BPJS Kesehatan kebanyakan dari menengah ke bawah. Sementara kami bermain di pasar menengah ke atas. Jadi, masing-masing ada pasarnya sendiri," ujar Junaidi pada KONTAN, Selasa (7/1).

Malahan pihaknya menyambut baik dengan kehadiran program tersebut. Junaidi mensyukuri terbentuknya program tersebut, karena merupakan terobosan untuk meningkatkan pelayanan pemerintah kepada masyarakat.

Selain itu, program BPJS Kesehatan secara psikologis akan mendorong kesadaran masyarakat menggunakan asuransi kesehatan. Junaidi meramalkan, pangsa pasar produk asuransi kesehatan nasional bisa meningkat 25%, setelah berjalannya program JKS BPJS Kesehatan.

Peningkatan pangsa pasar ini secara tidak langsung akan berdampak pada peningkatan penjualan asuransi kesehatan lainnya. Terutama untuk nasabah yang menginginkan asuransi tambahan.

Asuransi tambahan

Pasar asuransi pelengkap inilah yang tampaknya bakal menjadi sasaran perusahaan asuransi kesehatan. Hendrisman Rahim, Direktur Utama Jiwasraya, menegaskan pihaknya sama sekali tidak khawatir dengan adanya BPJS Kesehatan. Argumen dia, masing-masing memiliki jalan yang berbeda. "Kenapa harus khawatir, mereka sudah berjalan sesuai undang-undang mereka sendiri," katanya pada KONTAN (10/1).

Asuransi Jiwasraya akanmelakukan coordination of benefit (COB) dengan BPJS Kesehatan. Artinya, bila biaya perawatan belum tertutup penuh oleh BPJS, Jiwasraya akan menutup sisanya. COB ini dilakukan untuk menutup biaya perawatan hingga 100%.

Fajriadinur, Direktur Pelayanan BPJS Kesehatan sebelumnya mengatakan, sistem klaim ini dapat dilakukan dengan asuransi komersial yang sudah bekerja sama dengan BPJS Kesehatan atau belum. Jika sudah ada kerja sama, maka urusan administrasi berjalan otomatis.

Jika asuransi komersial tersebut belum bekerjasama dengan BPJS, mekanisme klaim harus dilakukan secara manual. Caranya, peserta meminta bukti selisih pembayaran kepada rumah sakit. Lalu, peserta tersebut mengajukan klaim ke asuransi komersial yang bersangkutan.

Hendrisman mengaku, proses mengenai keikutsertaan COB dengan BPJS Kesehatan sedang dalam proses dan berharap proses segera rampung. "Produk yang kami tawarkan on top, kita melihat dulu berapa batasan dan kelas dari BPJS, nanti kami akan lengkapi peserta tersebut dengan produk yang kami miliki," paparnya.

Sebagai contoh, dengan BPJS Kesehatan, peserta hanya mendapat ruang perawatan kelas II. Dengan pembelian premi tambahan dari asuransi komersial, ruang perawatan ini bisa ditingkatkan menjadi VIP.

Berdasarkan data yang dirilis Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI), hingga kuartal III-2013, premi asuransi kesehatan dan kecelakaan diri tercatat Rp 4,75 triliun. Catatan itu meningkat 31,3% dibandingkan periode yang sama tahun 2012 sebesar Rp 3,62 triliun.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×