Reporter: Galvan Yudistira | Editor: Adi Wikanto
JAKARTA. Perbankan masih mencatatkan kenaikan penempatan dana di surat berharga. Berdasarkan catatan KONTAN, dari 13 bank besar, sampai Oktober 2016, jumlah dana yang ditempatkan di surat berharga sebesar Rp 614,4 triliun atau naik 24% secara tahunan atau year on year (yoy).
Kenaikan ini lebih tinggi dibandingkan September 2016 hanya 11,4% yoy. Padahal penyaluran kredit Oktober sudah membaik yaitu naik 7,4% yoy atau lebih tinggi dibandingkan bulan sebelumnya yaitu 6,4% yoy.
Beberapa bankir mengatakan masih tingginya penempatan bank di surat berharga karena berlebihnya likuiditas. Haru Koesmahargyo, Direktur Keuangan BRI berharap kondisi likuiditas tahun depan akan kembali normal.
"Dengan likuiditas kembali normal maka pertumbuhan surat berharga akan sama dengan pertumbuhan kredit," ujar Haru kepada KONTAN, Senin (5/12).
Sampai Oktober 2016, BRI mencatatkan penempatan dana di surat berharga sebesar Rp 122 triliun atau naik 4,67% yoy. Haru mengatakan kenaikan penempatan dana di surat berharga BRI termasuk rendah karena pertumbuhan kredit bank berkode BBRI di atas 10% yoy.
PT Bank Permata Tbk menyebut penempatan surat berharga jangka pendek merupakan alternatif disaat pertumbuhan kredit masih lambat. "Biasanya instrumen yang ditempatkan ini berupa surat berharga pemerintah dan tenornya jangka pendek," ujar Anita Siswadi, Direktur Wholesale Bank Permata kepada Kontan, Senin (5/12).
Di Bank Permata tercatat penempatan dana di surat berharga per Oktober 2016 sebesar Rp 27,4 triliun atau turun 45,87% yoy. Anita mengatakan LDR Bank Permata sudab berada di level yang cukup liquid.
PT Bank Tabungan Negara Tbk (BTN) menjelaskan, masih tingginya penempatan bank di surat berharga karena dana yang ada atau kelebihan likuiditas belum dipakai untuk menyalurkan kredit.
"Instrumen jangka menengah sampai panjang yang biasanya dipilih adalah SUN dan jika jangka pendek biasanya NCD," ujar Direktur Keuangan dan Treasuri BTN Iman Nugroho Soeko.
Di Bank BTN tercatat penempatan dana di surat berharga per Oktober 2016 sebesar Rp 15,6 triliun atau naik 49,14% yoy. Kenaikan ini karena disbursment kredit konstruksi yang relatif panjang.
Secara umum menurut Iman, jika bank ada kelebihan dana dan keperluan dananya masih lama biasanya bankir menempatkan dana di surat berharga. Jika dana akan segera digunakan untuk kredit biasanya bankir akan menempatkan di interbank dan Bank Indonesia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News