Reporter: Adhitya Himawan | Editor: Dessy Rosalina
JAKARTA. Tantangan industri perbankan semakin banyak. Tak terkecuali bagi bank perkreditan rakyat (BPR). Merger BPR menjadi salah satu pilihan memperkuat modal. Meskipun aturan regulator tentang modal minimum belum rampung, aksi merger sudah ditempuh sebagian besar BPR milik pemerintah daerah (pemda).
Muhammad Sigit, Sekretaris Jenderal Perhimpunan Bank Perkreditan Rakyat Milik Pemerintah Daerah Se-Indonesia (Perbamida) menyatakan, merger menjadi salah satu opsi terbaik bagi BPR milik pemda. Misalnya di Provinsi Jawa Tengah dan Jawa Barat. Dulu, setiap kecamatan memiliki BPR. Saat ini, BPR tingkat kecamatan telah merger menjadi satu BPR di setiap kabupaten. "Sehingga BPR anggota Perbamida sudah menyusut menjadi 286 BPR dari total 385," ujar Sigit.
Selain merger, BPR pemda juga tertolong pemegang saham selaku pemilik modal. Biasanya, pemda menyuntikkan modal saban tahun. Jumlah suntikan modal ini bervariasi, sesuai besaran masing-masing pendapatan asli daerah (PAD). Soeroso, Ketua Umum Perbamida, menjelaskan lebih 50% dari total 385 BPR milik pemda memiliki modal inti di bawah Rp 100 miliar.
Sebagian besar lain memiliki struktur modal nan-kuat. Misalnya saja BPR Jatim. Soeroso yang juga menjabat Direktur Utama BPR Jatim, menyatakan per Desember 2013, pihaknya memiliki modal inti sekitar Rp 100 miliar. Hingga saat ini, regulator masih menggodok aturan permodalan BPR.
Menurut Nelson Tampubolon, Kepala Eksekutif Pengawasan Perbankan OJK, kebutuhan memperketat aturan modal minimum perlu dilakukan, demi kesehatan industri BPR. "Tetapi kami di OJK belum membahasnya," kata Nelson via pesan pendek, Kamis, (9/1).
Menurutnya, OJK masih mempelajari regulasi awal permodalan BPR dari tangan Bank Indonesia (BI). Tahun lalu, BI mengusulkan aturan permodalan BPR berdasarkan zona atau wilayah. Kala itu, BI mewajibkan modal minimum mulai Rp 4 miliar.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News