kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45919,51   10,20   1.12%
  • EMAS1.350.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Demi rupiah, biaya moneter BI mencapai US$ 3,41 M


Selasa, 29 Mei 2012 / 16:04 WIB
Demi rupiah, biaya moneter BI mencapai US$ 3,41 M
ILUSTRASI. Tempat tidur di dalam Gurudwara (Kuil Sikh) yang diubah menjadi fasilitas perawatan penyakit virus corona, di tengah penyebaran COVID-19, di New Delhi, India 5 Mei 2021. REUTERS/Adnan Abidi.


Reporter: Astri Kharina Bangun |

JAKARTA. Tekanan dollar terhadap rupiah dalam sepekan terakhir cukup menguras tenaga Bank Indonesia (BI). Bagaimana tidak, bank sentral dipaksa mengerahkan amunisi untuk menjaga stabilitas rupiah.

Deputi Gubernur BI Hartadi A Sarwono mengungkapkan cadangan devisa BI yang per akhir April 2012 mencapai US$ 116,413 miliar saat ini berada di kisaran US$ 113 miliar - US$ 114 miliar. Artinya, biaya yang dikeluarkan BI dalam kurun satu bulan terakhir untuk menjaga rupiah antara US$ 2,41-US$ 3,41 miliar.

"Kami menggunakan cadev, jadi pasti berkurang. Untuk stabilisasi rupiah, tapi bagi BI urusan biaya itu nomor dua," ujar Hartadi tanpa menjelaskan berapa nilai yang terpakai secara khusus untuk operasi moneter BI selama sepekan terakhir ini.

Soal pelemahan rupiah, Hartadi menegaskan pemicunya bukanlah karena kondisi fundamental perekonomian Indonesia melainkan faktor sentimen negatif krisis di Eropa. Itu sebabnya pelemahan tak cuma dialami rupiah melainkan juga mata uang negara-negara tetangga.

"Yang penting sekarang kami akan menambah amunisi sebagai komplemen dari cadev yang sudah ada, yaitu term deposit valas," ungkap Hartadi.

Term deposit valas dapat menjadi outlet penempatan devisa untuk memfasilitasi masuknya devisa, termasuk yang berasal dari hasil ekspor. Harapannya, penawaran dan permintaan dollar di dalam negeri pun bisa semakin stabil sehingga pasar non deliverable forward (NDF) di luar negeri pun bisa stabil. Alhasil, pergerakan rupiah terhadap dollar pun tidak terlalu volatile.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×