Reporter: Roy Franedya, M. Khairul | Editor: Asnil Amri
JAKARTA. Akhir pekan lalu, nilai tukar rupiah terpukul hebat. Di pasar non delivery forward (NDF) Singapura, rupiah kontrak tiga bulan menyentuh Rp 9.987 per dollar AS. Tekanan berlanjut. Berdasarkan kurs tengah Bank Indonesia (BI) kemarin, rupiah menjadi Rp 9.425 dari Rp 9.310 per dollar AS akhir pekan lalu.
Penurunan nilai rupiah ini tak lepas dari kepanikan investor menyikapi krisis. Muncul persepsi, Yunani akan keluar dari Zona Euro. Prancis dan Jerman, motor Eropa, mulai berbeda pendapat. Investor merespons perkembangan dengan menukarkan aset ke dollar sebagai safe haven currency.
Saat perburuan dollar, suplai valas di pasar domestik menipis. Bukan langka, tetapi pemilik dollar enggan melepas. Mereka berekspektasi yang sama tentang krisis.
Investor yang tidak kebagian dollar, melindungi aset (hedging) dengan kontrak NDF di Singapura. "Valas tabungan banyak, tapi yang mau jual dollar sedikit," ujar Branko Windoe, Kepala Tresuri Bank Central Asia (BCA) Senin (28/5).
Meski NDF sangat kecil, pasar sering menjadikannya sebagai alat spekulasi. Nah, kurs Indonesia mengekor pasar offshore.
Di dalam negeri spekulasi sulit. Transaksi di atas US$ 100.000, harus memiliki underlying transaction jelas dan harus ada perpindahan dana. Tiap sore bank melaporkannya ke BI. "BI tinggal melihat transaksi yang tak terjadi transfer dan underlying-nya, lalu minta tanggungjawab bank," kata Branko.
Direktur Currency Management Board, Farial Anwar, menyarankan, pemerintah dan BI harus memprotes Monetary Authority of Singapore (MAS), karena bank-bank Singapura mempermainkan rupiah. "Spekulan masuk ke pasar NDF melalui bank di Singapura," ujarnya.
Nurul E. Nurbaeti, Kepala Riset Divisi Tresuri Bank BNI, mengatakan pasokan dollar saat ini terbatas lantaran capital inflow hampir tidak ada. Sementara kebijakan devisa belum mampu menambah suplai. Alhasil, pasokan cuma di BI.
Mengatasi pelemahan rupiah, karena faktor di luar fundamental Indonesia, Branko menyarankan BI dan pemerintah mensosialisasi ekspektasi Indonesia ke depan. Ketidakseimbangan yang membeli dan menjual dollar di pasar NDF menandakan meningkatnya kecemasan investor.
Farial mengajukan solusi lain. Ada baiknya BUMN yang butuh dollar berkoordinasi dengan BI. Sebab, kenaikan permintaan mengundang spekulan.
Difi A Johansyah, Jurubicara BI, menegaskan, BI siap memenuhi permintaan valas berapa pun, asal bukan untuk spekulasi. BI akan mengecek underlying transaction. Tanpa tujuan jelas, itu spekulasi. "Cadangan devisa kita lebih dari cukup. BI ada di pasar," tandasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News