Reporter: Ferrika Sari | Editor: Herlina Kartika Dewi
Untuk mencapai target tersebut, perusahaan cenderung konservatif memilih instrumen investasi. Saat ini Asabri masih mengandalkan investasi ke Surat Berharga Negara (SBN) melebihi 30% dari total investasi. Menyusul investasi ke saham sekitar 10%, sisanya ke reksadana dan instrumen lain.
Tahun 2017, jumlah liabilitas naik. Mengutip laporan keuangan perusahaan, Asabri mencatatkan nilai kewajiban Rp 43,61 triliun, naik 201% secara year on year (yoy).
Menurut Djoko, kenaikan kewajiban meningkat setelah terbitnya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 102 Tahun 2015 Tentang Asuransi Sosial Prajurit TNI, Anggota Polri, PNS Kementerian Pertahanan dan Polri. Pada pasal 18, menyebutkan bahwa santunan risiko kematian karena gugur diberikan ahli waris peserta sebesar Rp 400 juta.
“Manfaat yang diberikan peserta sungguh amat besar untuk kematian gugur, yang tadinya Rp 100 juta menjadi Rp 400 juta. Ini sangat berefek signifikan ketika premi yang diambil prajurit tidak banyak bertambah,” terangnya.
Baca Juga: Asabri proyeksi hasil investasi tahun depan naik satu digit
Tahun itu juga jumlah prajurit yang gugur karena teror meningkat seperti kejadian pertikaian di Poso, dan aksi terorisme di Bali. Jumlah klaim yang cukup besar tidak sebanding dengan premi yang diterima.
Pada 2017, jumlah pendapatan premi sebesar Rp 1,39 triliun, sedangkan klaim dan manfaatkan yang dibayarkan ke peserta minus Rp 1,34 triliun.
Menutupi kekurangan itu, Asabri mengandalkan imbal hasil investasi untuk membayar klaim. Saat ini perseroan juga tengah berupaya mendapatkan kewajiban masa kerja lampau (PSL) dari Kementerian Keuangan (Kemenkeu) untuk menambal kekurangan tersebut.
Jika melihat laporan keuangan perusahaan BUMN pada 2018. Kinerja keuangan Asabri yang belum diaudit waktu itu, mencatatkan penurunan laba bersih sebanyak 88,20% menjadi Rp 110,46 miliar.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News