Reporter: Nina Dwiantika | Editor: Yudho Winarto
JAKARTA. Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) mengkaji rencana penurunan premi penjaminan. Kajian ini merespon usulan Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang meminta penurunan rasio premi. Alasan DPR, premi penjaminan LPS merupakan salah satu komponen yang memberatkan biaya bank sehingga bank mematok bunga kredit tinggi.
Kartika Wirjoatmodjo, Kepala Eksekutif LPS, mengatakan, pengurangan premi penjaminan bisa terjadi lewat perubahan (amandemen) Undang-Undang (UU) Nomor 7/2009 Tentang LPS. Mengacu beleid itu, LPS memungut premi penjaminan sebesar 0,2% per tahun dari total simpanan yang mengendap di bank.
Tapi, menurut LPS, butuh waktu untuk menurunkan premi. Alasannya, aset atau kemampuan LPS masih mini. "Jika porsi aset LPS sudah 2,5% terhadap dana pihak ketiga (DPK), maka premi penjaminan baru bisa berubah,” tandas Kartika, Senin (26/1).
Sebagai gambaran, saat ini aset LPS sebesar Rp 49,78 triliun per Desember 2014. Aset LPS ini cuma 1,18% jika dibandingkan terhadap total DPK perbankan yang mencapai Rp 4.127 triliun per akhir 2014.
Kartika menyatakan, rasio aset 2,5% terhadap DPK merupakan patokan ideal agar LPS mampu menjaga kestabilan sistem perbankan andai krisis melanda perbankan. Di luar negeri, lembaga penjamin simpanan perbankan memiliki aset di kisaran 4%-5% terhadap total simpanan. “Harapannya, LPS dapat mengejar aset 2,5% itu dalam lima tahun mendatang,” tambah Kartika.
Fadel Muhammad, Ketua Komisi XI DPR menyampaikan, perubahan premi penjaminan LPS diperlukan. Terlebih setelah ada pungutan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sehingga membuat bank mematok bunga kredit tinggi.
"Premi LPS menaikkan biaya dana, karena simpanan yang tidak dijamin juga masuk hitungan," ujar Parwati Surjaudaja, Presiden Direktur Bank OCBC NISP.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News