kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45891,58   -16,96   -1.87%
  • EMAS1.358.000 -0,37%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Efisien dulu, bank baru boleh leluasa berekspansi


Rabu, 28 November 2012 / 11:17 WIB
Efisien dulu, bank baru boleh leluasa berekspansi
ILUSTRASI. Kenali Jenis Sisir Rambut dan Fungsinya Sesuai dengan Jenis Rambut Anda


Reporter: Hendra Gunawan, Tri Sulistiowati | Editor: Imanuel Alexander

BI mulai bersikap tegas untuk “memaksa” bank agar lebih efi sien. Bank yang bisa menekan biaya operasional akan diberi insentif dan keleluasaan membuka kantor cabang. Sebaliknya, ruang gerak bank akan dibatasi jika masih boros. Efektifkah?

Setahun terakhir, masalah efisiensi bank selalu menjadi sorotan Bank Indonesia (BI). Dalam berbagai kesempatan, termasuk Bankers’ Dinner di pengujung 2011, Gubernur BI Darmin Nasution menyentil para bankir yang lambat menurunkan bunga kredit. Padahal, sejak Februari 2012, bunga acuan BI rate mencapai titik terendah sebesar 5,75%.

Sang Gubernur menengarai, penyebab utamanya adalah bank di Tanah Air belum efisien sehingga biaya operasional besar. Melihat fakta itu, tak perlu heran jika masalah efisiensi bank ini kembali menjadi “menu” bahasan dalam Bankers’ Dinner (tulisan ini dibuat sehari sebelum Bankers’ Dinner Jumat 23 November).

Sejatinya, jika melongok data per akhir September 2012, rasio Biaya Operasional terhadap Pendapatan Operasional (BOPO) bank umum nasional sudah turun drastis dibandingkan setahun terakhir, yakni dari 96,58% menjadi 74,26%. Menurut Deputi Gubernur BI Halim Alamsyah, penurunan itu tercapai berkat iming-iming insentif kepada bank yang berhasil menurunkan BOPO. “Selama ini kami melakukan pendekatan supervisory melalui sistem insentif,” katanya. Jika bank bisa mencapai level BOPO tertentu, mereka boleh ekspansi dengan membuka kantor cabang baru atau menjual produk baru.

Nah, saat ini, sudah ada sekitar enam bank yang menikmati insentif. Sayangnya, Halim enggan menyebutkan identitas keenam
bank tersebut. “Ada bank kecil, menengah, dan bank besar. Ini memang strategi kami menurunkan BOPO,” katanya. Berangkat dari keberhasilan menekan BOPO bank sepanjang tahun ini, BI berencana meresmikan pemberian insentif itu dalam bentuk Peraturan Bank Indonesia (PBI). Artinya, semua bank harus mengikuti ketentuan tersebut.

Jika tidak, ekspansi bank tersebut bakal dibatasi. “Jadi pendekatannya rule based, bukan individual based,” kata Halim. Di samping itu, untuk bank yang rasio BOPO-nya masih di atas 90%, selain berpatokan pada PBI tersebut, BI akan menerapkan perlakuan secara individual.

Tujuannya agar BOPO bank itu turun lebih cepat. Halim belum bisa memastikan waktu penerbitan dan pemberlakuan PBI anyar itu. “Tapi, kami inginnya secepat mungkin,” imbuh dia.

Memang, meski BOPO perbankan saat ini sudah turun dibandingkan tahun lalu, angkanya masih jauh di atas BOPO perbankan di negara-negara tetangga. Jika BOPO bank umum di Indonesia 74,26% per akhir September 2012, rata-rata BOPO bank di ASEAN hanya sekitar 40%-60%.

Bank BUMN terendah

Kalau melongok lebih dalam berdasarkan kelompok bank, bank umum swasta nasional (BUSN) non-devisa memiliki rasio BOPO paling tinggi yaitu 79,22%. BOPO terendah dicapai oleh bank milik negara (BUMN), yakni rata-rata 71,27%.

Per kuartal III-2012, BOPO Bank Mandiri mencapai 63,56%. Rasio ini lebih rendah dibandingkan setahun sebelumnya yang masih 65,33%. Pahala N. Mansury, Managing Director Finance & Strategy Bank Mandiri menuturkan, salah satu cara untuk mendorong penurunan rasio BOPO adalah dengan menaikkan dana murah, seperti simpanan dalam bentuk tabungan dan giro.


Sepanjang sembilan bulan pertama tahun ini, dana tabungan di Mandiri meningkat sekitar Rp 13 triliun menjadi Rp 162,2 triliun. Sedangkan jumlah deposito yang dianggap sebagai dana mahal lantaran memberikan bunga lebih tinggi turun Rp 4,2 triliun menjadi Rp 137,7 triliun. “Tahun depan, kami harapkan dana murah bisa tumbuh di atas 20%, sehingga rasio dana murah membaik,” katanya.

Untuk menaikkan dana murah, Bank Mandiri akan melakukan sejumlah investasi. Di antaranya penambahan Electronic Data Capture (EDC), mesin ATM, dan jaringan lainnya. Hartati, Direktur Keuangan PT Bank OCBC NISP Tbk menyatakan, pihaknya juga terus berupaya menekan rasio BOPO.

Lihat saja, pada triwulan III 2012, rasio BOPO di OCBC NISP sebesar 79,20%. Angka ini turun dari periode yang sama 2011 yang masih 81,16%. Demi efi siensi dan menekan biaya operasional, OCBC NISP tak hanya melakukan optimalisasi kinerja jaringan kantor cabang dan ATM. “Kami mengeksekusi proses peningkatan secara end to end dalam bentuk quality project dengan menggunakan metodologi leans dan six sigma,” kata Hartati.

Sementara Lauren Sulistiawati, Direktur Retail Bank Permata mengakui, BOPO dibannya masih 82%. Pasalnya, banyak investasi yang dikeluarkan terutama untuk perluasan dan peremajaan kantor cabang di berbagai kota. “Peremajaan sudah kami lakukan sejak tahun 2011,” katanya. Hingga saat ini, ada lebih 100 cabang yang sudah diremajakan.

Di tahun depan, manajemen Bank Permata menargetkan rasio BOPO akan terus turun menjadi 80%. Target penurunan itu tidak terlalu besar karena Bank permata masih akan melakukan membuka 20 kantor cabang di tahun 2013. Cabang itu membutuhkan dana investasi Rp 20 miliar.

Gundi Cahyadi, Ekonom OCBC NISP menuturkan, untuk mencapai level efisiensi yang optimal, para pengelola bank juga harus lebih memperhatikan sektor yang menjadi target pembiayaannya. “Bila mereka ingin ekspansi, mereka harus mengetahui benar sektor-sektor yang seharusnya diberi pembiayaan dan daerah mana yang harus disuntik dana,” kata dia.

Sementara, ekonom PT Bank Permata Tbk Tony Prasetiantono menyarankan, untuk mencapai target efisiensi bank seperti keinginan Bank Indonesia, bank-bank harus mulai mengurangi pemberian hadiah kepada para nasabahnya. Maklum, dia melihat, saat ini, praktik tersebut masih banyak dilakukan bank demi untuk menghimpun dana pihak ketiga (DPK) dan mengamankan likuiditas mereka. Dia menambahkan, bank juga harus mulai menata sistemnya dan menciptakan layanan-layanan serta produk-produk yang banyak diinginkan oleh konsumen.

Tony menilai, rencana bank sentral untuk membuat aturan baru yang dikaitkan dengan efisiensi bank akan mendorong penurunan BOPO perbankan di dalam negeri menjadi struktural alias permanen. Jadi, bank berupaya menurunkan BOPO bukan hanya lantaran ada permintaan dari BI, tapi karena memang sudah ada aturannya. “Ini yang menjadi kelemahan supervisory approach. Makanya, kalau dijadikan aturan berarti bank-bank harus mengikutinya setiap saat,” tandas dia.

Dengan adanya PBI itu, Halim sendiri menargetkan, dalam jangka menengah, BOPO perbankan di Indonesia bisa setara dengan BOPO bank-bank yang beroperasi di ASEAN. Nah, jika biaya operasional turun sementara pendapatan operasional tetap, laba operasional bankbank akan naik. “Dia (bank) yang untung sendiri,” tandasnya. Dengan kata lain, bank tak harus mematok bunga tinggi demi memupuk laba.

***Sumber : KONTAN MINGGUAN 09 - XVII, 2012 Laporan Utama

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Berita Terkait



TERBARU

[X]
×