Reporter: Ferry Saputra | Editor: Handoyo
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Bank Indonesia (BI) mendorong data atau jejak digital Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS) bisa digunakan sebagai dasar penilaian kelayakan kredit atau credit scoring, termasuk di fintech peer to peer (P2P) lending.
Mengenai hal itu, fintech peer to peer (P2P) lending PT Sahabat Mikro Fintek (Samir) melihat data historis transaksi digital, termasuk QRIS, dapat menjadi referensi potensial untuk memperkaya penilaian risiko.
Direktur Teknologi Informasi Samir, Andreas, menerangkan pola frekuensi, nilai, dan konsistensi transaksi nontunai, serta arus kas dapat memberi gambaran tambahan mengenai kapasitas dan kedisiplinan pembayaran pengguna atau calon borrower.
"Dengan demikian, berpotensi menjadi komponen penting dalam credit scoring ke depannya," ungkapnya kepada Kontan, Selasa (4/11/2025).
Baca Juga: Fintech Samir Terapkan Jurus Ini untuk Mendorong Pembiayaan
Andreas mengatakan, tentunya implementasi QRIS sebagai penunjang penilaian kelayakan kredit juga harus memenuhi prinsip persetujuan yang sah, tata kelola, serta kepatuhan terhadap regulasi Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Bank Indonesia (BI), dan Undang-Undang Pelindungan Data Pribadi (UU PDP).
Lebih lanjut, Andreas mengungkapkan saat ini Samir belum memanfaatkan data QRIS secara langsung dalam credit scoring.
Namun, dia bilang pihaknya sangat mendukung inisiatif integrasi data keuangan digital yang sedang dikembangkan regulator, termasuk potensi pemanfaatan data QRIS apabila sudah tersedia secara resmi dan sesuai ketentuan perlindungan data.
"Kami terbuka untuk mengadopsi data tersebut ke dalam sistem penilaian risiko kami di masa mendatang, sepanjang telah melalui mekanisme yang jelas, terstandar, dan terintegrasi dalam ekosistem data nasional," tuturnya.
Sementara itu, Andreas mengatakan Samir saat ini memanfaatkan kombinasi data internal dan eksternal untuk penilaian kelayakan kredit.
Baca Juga: Samir Beberkan Tantangan yang Berpotensi Meningkatkan Kredit Macet hingga Akhir 2025
Adapun kombinasi data yang dimaksud meliputi riwayat transaksi dan perilaku pembayaran di platform Samir, data kependudukan dan verifikasi identitas berbasis elektronik Know Your Customer (e-KYC), data perbankan dan kredit melalui ekosistem resmi yang sesuai regulator, serta model machine learning berbasis perilaku pengguna dalam aplikasi.
"Pendekatan itu kami rancang agar dapat memperluas akses pembiayaan secara bertanggung jawab, khususnya kepada segmen yang selama ini belum terlayani optimal oleh lembaga keuangan tradisional," kata Andreas.
Berdasarkan situs resmi perusahaan, Samir mencatatkan Tingkat Keberhasilan Bayar atau TKB90 sebesar 98,99% per 4 November 2025.
Sebelumnya, Deputi Gubernur BI Juda Agung menjelaskan bahwa dasar credit scoring dibantu oleh teknologi kecerdasan imitasi atau artificial intelligence (AI). Oleh sebab itu, dia meyakini AI punya potensi besar dalam memperluas akses keuangan masyarakat.
Juda menjelaskan bahwa teknologi AI dapat mengolah jejak digital transaksi keuangan yang tercipta dari penggunaan sistem pembayaran digital, seperti QRIS. Nantinya, data olahan AI tersebut akan menjadi basis alternative credit scoring alias penilaian kredit alternatif.
Baca Juga: Ini Peluang dan Tantangan yang Dihadapi Fintech Samir hingga Akhir 2025
Juda mencontohkan, pelaku UMKM yang sudah menggunakan QRIS akan meninggalkan jejak digital, seperti besaran pemasukan, pengeluaran, penyimpanan, hingga jumlah pelanggan.
"Jejak-jejak digital keuangan dari si ibu (pelaku UMKM) bisa diubah oleh AI menjadi suatu akses keuangan, ketika ibu itu memerlukan pinjaman dari bank atau pinjaman dari fintech lending, yang sering sekarang disebut dengan alternative credit scoring," ucapnya dalam acara FEKDI & IFSE 2025 di Jakarta, Sabtu (1/11).
Juda menilai langkah tersebut sejalan dengan arah kebijakan BI dalam mendorong transformasi digital sistem pembayaran dan memperluas inklusi keuangan.
Selanjutnya: KIJA Catat Marketing Sales Rp 2,92 Triliun per September 2025, Capai 83% dari Target
Menarik Dibaca: Pasar Aset Kripto Makin Keok, Masih Tepat Beli Bitcoin?
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News













