kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.508.000   10.000   0,67%
  • USD/IDR 15.930   -61,00   -0,38%
  • IDX 7.141   -39,42   -0,55%
  • KOMPAS100 1.095   -7,91   -0,72%
  • LQ45 866   -8,90   -1,02%
  • ISSI 220   0,44   0,20%
  • IDX30 443   -4,74   -1,06%
  • IDXHIDIV20 534   -3,94   -0,73%
  • IDX80 126   -0,93   -0,74%
  • IDXV30 134   -0,98   -0,72%
  • IDXQ30 148   -1,09   -0,73%

Gagal Bayar Fintech Kian Marak Belakangan Ini, Cermati Pemicunya


Kamis, 15 Februari 2024 / 05:50 WIB
Gagal Bayar Fintech Kian Marak Belakangan Ini, Cermati Pemicunya
ILUSTRASI. Nasabah menggunakan aplikasi paylater di Tangerang Selatan, Kamis (19/1/2023). Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) mengisyaratkan bisnis paylater lebih terjamin dibandingkan cash loan?seperti pinjaman online alias pinjol. Paylater dianggap lebih terjamin karena data penggunanya sudah terlebih dahulu diverifikasi sebelum menggunakan layanan tersebut.?(KONTAN/Carolus Agus Waluyo)


Reporter: Arif Ferdianto | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID -  JAKARTA. Sejumlah platform fintech peer to peer (P2P) lending, yang juga dikenal sebagai pinjaman online (pinjol), masih mengalami tantangan signifikan terkait gagal bayar, yang tercermin dalam tingkat Tingkat Wanprestasi 90 hari (TWP90) yang tinggi.

Pengamat dan Direktur Ekonomi Digital Center of Economic and Law Studies (Celios), Nailul Huda mengatakan akar dari masalah gagal bayar pada fintech P2P lending terletak pada sistem penilaian kredit.

"Akar masalahnya ada di sistem penilaian kredit yang belum mampu memberikan skor yang akurat untuk menilai kemampuan seseorang dalam membayar pinjaman," ujarnya kepada Kontan.co.id belum lama ini.

Baca Juga: Industri Fintech Masih Menarik Hati Lender

"Dampaknya adalah tingginya kasus gagal bayar. Hal ini membuat para pemberi pinjaman (lender) cemas karena dapat mempengaruhi dana yang mereka kelola. Meskipun tingkat TWP90 menunjukkan tren penurunan, masalah ini masih ada," tambahnya.

Masalah gagal bayar ini dapat merugikan para pemberi pinjaman, terutama pemberi pinjaman individu, yang sebenarnya merupakan mayoritas dari total pemberi pinjaman.

"Saat ini, pemberi pinjaman individu hanya menyumbang 20% dari total pemberi pinjaman. Namun, sebenarnya jumlah pemberi pinjaman individu jauh lebih besar," tambahnya.

Sebagai contoh, PT Investree Radhika Jaya (Investree) dan PT iGrow Resources Indonesia (iGrow), yang sekarang berubah nama menjadi PT LinkAja Modalin Nusantara, mengalami masalah serupa. Investree memiliki TWP90 sebesar 16,44%, sementara iGrow memiliki TWP90 yang sangat tinggi, mencapai 46,56%.

Baca Juga: Mencermati Penyebab Gagal Bayar Fintech P2P yang Saat Ini Kian Marak

Masalah gagal bayar ini bahkan telah mencapai ranah hukum, dengan para pemberi pinjaman menggugat iGrow di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel), meminta pengembalian modal.

Selain itu, PT Tani Fund Madani Indonesia (TaniFund), sebuah platform P2P lending yang fokus pada pendanaan pertanian, juga menghadapi tantangan serupa, dengan TWP90 mencapai 63,93%.

Beberapa pemberi pinjaman sudah mengambil langkah hukum untuk menyelesaikan masalah ini. Setidaknya 3 pemberi pinjaman menggugat TaniFund di PN Jaksel pada 18 Januari 2023 atas kasus gagal bayar.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×