kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45903,33   4,58   0.51%
  • EMAS1.318.000 -0,68%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Gara-gara virus corona, audit investigasi Asabri di BPK molor


Selasa, 07 April 2020 / 14:29 WIB
Gara-gara virus corona, audit investigasi Asabri di BPK molor
ILUSTRASI. Ilustrasi PT ASABRI (Persero)


Reporter: Ferrika Sari | Editor: Anna Suci Perwitasari

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pelaksanaan audit investigasi PT Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (Asabri) oleh Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) terpaksa molor akibat merebaknya virus corona (Covid-19).

Anggota III BPK Achsanul Qosasi mengatakan, proses audit investigasi tersebut masih berjalan dan diperkirakan molor akibat virus corona. Padahal audit ini diharapkan bisa rampung bulan April ini.

“Dengan kondisi seperti sekarang, sangat sulit menyelesaikannya sesuai deadline. Tapi ditunggu saja,” kata Achsanul kepada Kontan.co.id, Selasa (7/4).

Baca Juga: Ini deretan BUMN yang tersandung kasus di era Erick Thohir

Tujuan audit tersebut adalah untuk menghitung jumlah kerugian negara akibat kesalahan pengelolaan dana di Asabri. Serta bertujuan untuk menemukan kecurangan yang nanti akan digunakan serta ditindaklanjuti oleh aparat penegak hukum.

Setelah rampung, hasil audit tersebut akan diserahkan kepada pemerintah, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan pihak kepolisian. Pihaknya juga sudah melakukan koordinasi dengan Mabes Polri.

Sebelumnya, BPK menemukan potensi kerugian Asabri sebesar Rp 16,7 triliun. Perhitungan kerugian tersebut berasal dari kesalahan penempatan investasi Asabri pada dua instrumen investasi yakni saham dan reksadana.

Jika dirinci kerugian investasi reksadana sekitar Rp 6,7 triliun, sedangkan saham Rp 9,7 triliun. Diperkirakan potensi kerugian berpeluang bertambah berdasarkan perkembangan audit investigatif.

Lembaga ini juga telah melakukan pemeriksaan kinerja Asabri dari penyaluran pembayaran pensiun dan pengelolaan investasi pada tahun anggaran 2015 dan 2016.

Baca Juga: Asabri Minta Polisi Tagih Benny Tjokrosaputro dan Heru Hidayat

Mengutip laporan Warta BPK, Agustus 2017, menyebutkan bahwa BPK menemukan pembayaran pensiun serta pengelolaan investasi Asabri yang tidak efektif dan efisien.

Temuan pertama, adanya keterlanjuran pembayaran pensiun punah sebesar Rp 2,3 miliar yang belum disetor oleh mitra bayar sesuai perjanjian kerja sama (PKS). Padahal perusahaan telah mengatur perjanjian kerjasama seperti pengembalian uang pensiun yang terlanjur diturunkan ke mitra bayar serta peserta yang tidak berhak sesuai tagihan Asabri.

Temuan kedua, Asabri telah membeli kepemilikan saham PT WCS di Harvest Time senilai Rp 802 miliar tapi tidak pernah menerima saham sesuai dengan perjanjian nota kesepahaman (MoU).

Seperti diketahui, pada 4 November 2015, dilakukan penandatanganan MoU untuk pembelian saham Harvest Time sebesar 18% atau senilai Rp 1,20 triliun. Penandatanganan ini diwakili oleh Direktur Utama Asabri dan disaksikan oleh Kepala Divisi Investasi Asabri.

BPK menemukan sejumlah permasalahan dalam proses penyertaan saham Asabri di sana, di antaranya tidak menunjuk konsultan independen untuk melakukan uji tuntas serta studi kelayakan dalam dalam pembelian saham tersebut.

Selain itu, pembayaran uang muka dalam bentuk penyertaan modal Harvest Time tidak diungkap dalam Revisi Rencana Kegiatan Anggaran Perusahaan (RKAP) Tahun 2015. BPK juga menilai, kesepakatan tersebut bukan dalam rangka pembelian saham PT Hanson Internasional Tbk tetapi saham WcS. Anehnya lagi, porsi jumlah saham yang disepakati tidak sesuai dengan kepemilikan WcS di Harvest Time.

Baca Juga: Wah, Harga Saham yang Dikoleksi Jiwasraya dan Asabri Melonjak Tinggi

“Tapi Asabri tetap melakukan transfer ke WcS untuk pembelian 18% saham senilai Rp 802 miliar meski saham tersebut tidak pernah diterima karena telah dijual kepada pihak lain,” papar laporan tersebut.

Temuan lainnya, yakni soal pembelian tanah senilai Rp 732 miliar kepada PT BJT menggunakan sertifikat tanah yang merupakan agunan bank. BPK, menilai pembelian tanah tersbeut merupakan cara untuk membatalkan pembelian saham milik Benny Tjokrosaputro di Harvest Times.

Dengan begitu, proses pembelian dan penyelesaian saham tersebut tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Terlebih, pembelian tanah kavling siap bangun itu tidak sesuai dengan PMK nomor: 53/PMK.010/2012 tentang Kesehatan Keuangan Perusahaan asuransi dan Perusahaan Reasuransi.

“Pada aturan tersebut disebutkan, perusahaan asuransi hanya diperkenankan untuk berinvestasi pada tanah dan bangunan,” tulis laporan itu.

Perusahaan juga dinilai tidak melakukan studi kelayakan ketika berinvestasi pada pembelian tanah tersebut serta tidak didukung hasil analisa Kantor Jasa Penilai Publik yang diatur dalam standar operasional prosedur (SoP).

Selain itu, BPK menemukan ada kejanggalan dalam jangka waktu pengembalian investasi. Dalam kesimpulan rapat Direksi pada 13 Juli 2016 menyatakan, jangka waktu pengembalian investasi selama satu tahun. Ternyata dalam PPJB menyatakan jangka waktu pengembalian investasi dilakukan selama tiga tahun.

Temuan lainnya, PT BTJ belum menyerahkan sertifikat tanah ke perusahaan pada telah dilunasi transaksi jual belinya. Lebih anehnya lagi, transfer dana senilai Rp 94,9 miliar dari BTJ ke Asabri justru tidak secara jelas menyebutkan lokasi, nilai dan pembelian tanah tersebut.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Practical Business Acumen

[X]
×