kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Genjot pembiayaan proyek infrastruktur, bank besar minta relaksasi BMPK


Selasa, 19 Februari 2019 / 17:52 WIB
Genjot pembiayaan proyek infrastruktur, bank besar minta relaksasi BMPK


Reporter: Anggar Septiadi | Editor: Tendi Mahadi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sejumlah bank besar meminta regulator merelaksasi ketentuan terkait Batas Maksimum Pemberian Kredit (BMPK). Sebab batas BMPK dari modal bank sebesar 30% dinilai terlalu kecil untuk memenuhi kebutuhan pendanaan infrastruktur nasional.

Padahal sejak 2015 hingga 2019 sendiri kebutuhan belanja infrastruktur nasional mencapai Rp 5.519 triliun. Direktur Manajemen Resiko PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) Bob Tyasika Ananta bilang, kebutuhan tersebut tentu tak bisa hanya mengandalkan anggaran pemerintah.

Nah agar pembiayaan infrastruktur dari perbankan masih terbuka, ia berharap ada regulator dapat merelaksasi BMPK.

"Regulator diharapkan dapat melakukan relaksasi perhitungan BMPK untuk pembiayaan proyek infrastruktur yang termasuk Proyek Strategis Nasional (PSN) sehingga pembiayaan dari perbankan masih terbuka," katanya dalam Seminar Kebangkitan BUMN infrastruktur di Jakarta, Selasa (19/2).

Sementara itu, SVP Large Corporate 2 Group PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) Yusak Silalahi menyatakan pembiayaan infrastruktur perbankan makin jadi tantangan saat holding infrastruktur terbentuk kelak. "Dengan konsolidasi (holding), penyalurannya akan lebih berkurang," katanya usai Seminar.

Dalam POJK 32/2018 tentang Batas Maksimum Pemberian Kredit dan Penyediaan Dana Besar Bank Umum, penyediaan dana bagi BUMN dalam rangka pembangunan ditetapkan maksimum 30% dari modal bank. Sementara bagi pihak tidak terkait sebesar 25%.

Nah Yusak bilang, lantaran telah melebur menjadi holding, hitung-hitungan BMPK tak lagi berdasar entitas perusahaan, melainkan secara kumulatif dalam Holding.

"Interpretasi atas POJK tersebut juga sebenarnya masih berbeda antar bank. Tapi kami sudah simulasi, misalnya kalau BMPK dari modal inti, itu (kredit) pasti terkoreksi sekitar 5%-10%," paparnya.

Meski demikian, Yusak bilang hitung-hitungan tersebut belum memperhitungkan detail konsolidasi dari Holding.

Usulan tersebut tak hanya datang dari bank pelat merah. Direktur PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) Jahja Setiatmadja juga bersuara serupa. Ia bilang untuk infrastruktur yang bersifat publik misalnya memang butuh BMPK khusus.

"Perusahaan besar seperti PLN, Pertamina membutuhkan pendanaan yang besar, di sisi lain jumlah bank dengan BMPK yang longgar terbatas," katanya dalam kesempatan yang sama.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×