Reporter: Rilanda Virasma | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Saham emiten perbankan Tanah Air tampak melemah pada perdagangan Selasa, (1/7). Sejumlah analis menilai tekanan perekonomian global dan domestik jadi penyebab utama pelemahan saham emiten perbankan kali ini.
Dari jajaran bank berkapitalisasi pasar besar, saham Bank Mandiri (BMRI) tampak merosot paling dalam hari ini. Dibuka di harga Rp 4.880, saham BMRI turun 2,66% ke harga Rp 4.750 di penutupan perdagangan. Dalam seminggu, saham BMRI sudah ambles 5,47%.
Di belakangnya, ada saham Bank BNI (BBNI) yang turun 2,67% ke harga Rp 4.010 dari sebelumnya dibuka Rp 4.120. Sahamnya sudah turun 3,14% dalam seminggu ini.
Baca Juga: Beda Arah, Simak Harga Saham Bank Blue Chip LQ45 saat iHSG Melemah hari Selasa (1/7)
Lalu, saham Bank BRI (BBRI) mencatat penurunan sebesar 1,07% ke harga Rp 3.700 dari sebelumnya berangkat di harga Rp 3.740 per saham. Sahamnya turun 2,12% selama seminggu.
Namun, saham Bank BCA (BBCA) tampak melawan arus dengan kenaikan 0,29% pada perdagangan hari ini. Sahamnya ditutup seharga Rp 8.700 dari sebelumnya dibuka Rp 8.675. Namun, sahamnya turun 0,85% bila dilihat sepekan belakangan.
Kalau dari saham bank lapis kedua, yang melawan arus ialah saham Bank CIMB Niaga (BNGA). Tercatat, saham BNGA naik tipis 0,30% dari sebelumnya Rp 1.665 menjadi Rp 1.670 di akhir perdagangan. Namun, sahamnya bergerak stagnan dalam seminggu ini.
Stagnasi juga terjadi pada saham Bank OCBC NISP (NISP) di perdagangan hari ini dengan harga Rp 1.345. Namun dalam seminggu, saham NISP meningkat 1.51%.
Sisanya, saham bank lapis dua tampak kompak melemah.
Misalnya saja saham Bank BSI (BRIS) yang turun 2,71% ke level Rp 2.510 dari sebelumnya Rp 2.580, Maybank Indonesia (BNII) turun 1,98% ke harga Rp 198 dari Rp 202, Bank BTN (BBTN) turun 1,79% menjadi Rp 1.095 dari dibuka Rp 1.115, Bank Permata (BNLI) turun 1,44% menjadi Rp 2.740 dari Rp 2.780, dan Bank Danamon (BDMN) turun 0,41% ke harga Rp 2.430 dari Rp 2.440.
Baca Juga: Investor Mulai Lirik Saham Bank di Luar KBMI IV, Kapitalisasi Pasar BBNI Melonjak
Di antara emiten tersebut yang melemah dalam sepekan ialah BRIS sebesar 1,57% dan BBTN 1,79%,
Sementara yang menguat ialah BNII sebesar 1,54%, BNLI sebesar Rp 5,79%. Sementara, BDMN justru bergerak stagnan.
Menurut Investment Analyst Infovesta Kapital Advisori, Ekky Topan, saham emiten perbankan tengah ditekan aksi jual investor asing lantaran kinerja bank yang kurang memuaskan tahun ini.
Dia melihat penyaluran kredit yang lamban dan margin keuntungan yang stagnan sebagai indikatornya. “Selain itu, terlihat pula rotasi sektor dari perbankan ke emiten lain yang dinilai lebih prospektif dalam jangka pendek seperti emiten bahan baku, hilirisasi, energi terbarukan (EBT), dan konsumsi, seiring dengan optimisme terhadap pemulihan ekonomi global,” ujar Ekky kepada Kontan, Selasa (1/7).
Lihat saja pertumbuhan kredit bank di bulan Mei ini. Berdasarkan data Bank Indonesia, angka pertumbuhannya terus terkikis dari 9,6% YoY di bulan Januari menjadi 8,1% YoY di bulan Mei 2025.
Menurut Ekky, akhir dari sentimen ini sangat bergantung pada, misalnya, inflasi, nilai tukar Rupiah, arah suku bunga, dan hasil laporan keuangan emiten.
“Namun, biasanya rotasi atau tekanan seperti ini bisa berlangsung 1–2 minggu, atau lebih cepat jika muncul katalis positif seperti penurunan inflasi, penguatan rupiah, atau penurunan BI rate,” imbuhnya.
Baca Juga: Saham Bank Rakyat Indonesia (BBRI) Turun 2,35% di Awal Pekan, Ini Kata Analis
Direktur PT Kanaka Hita Solvera Daniel Agustinus juga mengamini sentimen tersebut. Akan tetapi, secara valuasi, saham perbankan menurut Daniel kompak di bawah rerata minus 1 dari standar deviasi sehingga terbilang cukup murah untuk diakumulasi secara jangka panjang.
“Hanya saja memang faktor likuiditas di mana asing masih terus melakukan net sell menjadi katalis negatif untuk jangka pendek,” imbuh Daniel, Selasa (1/7).
Kemungkinan besar, saham perbankan menurut Daniel akan terkerek naik kala sinyal pemangkasan suku bunga The Fed mengemuka. Bila ini terjadi, saham emerging market bisa kecipratan aliran dana dari luar. Prediksinya, ini bakal terjadi kira-kira di bulan September dan Oktober tahun ini.
Selain itu, bila Bank Indonesia berlanjut memangkas suku bunga acuan, ini juga bisa jadi katalis positif tambahan untuk emiten perbankan.
Tapi, pertumbuhan fundamental perusahaan perbankan kata Daniel masih akan tertahan bila daya beli masyarakat tetap lesu. Sebab, tren kredit macet bisa terus meningkat dan bank jadi irit salurkan kredit.
“Perlu ada stimulus dari pemerintah yang bisa membuat roda ekonomi kembali berputar,” saran Daniel.
Meski begitu, analis Korea Investment and Sekuritas Indonesia, Muhammad Wafi menilai, akan ada indikasi pemulihan kinerja perbankan di paruh kedua tahun ini.
“Overall masih menarik, meski rata-rata NPL (kredit macet) lebih tinggi di antara negara ASEAN, tapi yield yang ditawarkan (emiten bank) juga lebih tinggi dengan kualitas aset yang sama baiknya,” ujar Wafi.
Khusus untuk BMRI, menurut Wafi sahamnya terdampak sentimen Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa di bulan Agustus mendatang. Ini bisa menimbulkan spekulasi pasar, seperti pergantian direksi, aksi korporasi, atau lainnya sehingga investor cenderung wait and see.
Namun dari sisi potensi kinerja atau harga saham big banks, yang paling menjanjikan dan defensif menurut Wafi tetap BMRI, disusul BBRI, BBNI, dan BBCA. “Untuk saham bank lapis kedua bisa fokus pada bank dengan growth tinggi atau turn around story seperti BBTN, BBKP, dan BBYB,” sarannya.
Sedangkan yang paling defensif menurut Daniel justru BBCA. Dia merekomendasikan investor untuk masuk ketika saham BBCA menyentuh level Rp 7.800 hingga Rp 8.300 per saham dengan target harga jual sebesar Rp 10.000 per saham.
Sementara menurut Ekky, secara teknikal, support krusial berada di area Rp 7.900 hingga Rp 8.000 jika gagal bertahan di atas Rp 8.500 untuk BBCA.
Adapun untuk BBRI berpotensi menguji Rp 3.400 jika menembus support Rp 3.650, sedangkan BMRI bisa ke harga Rp 4.500, dan BBNI ke harga Rp 3.600 jika gagal bertahan di atas Rp 4.000.
“Untuk saat ini, saya masih wait and see terhadap sektor perbankan. Namun, jika dilihat dari sisi fundamental dan valuasi, saham bank blue chip seperti BBCA dan BRIS tetap menarik,” kata Ekky.
BRIS kata dia bisa mulai dipertimbangkan jika kembali ke area Rp 2.400, dengan target jangka panjang di kisaran Rp 3.000–3.200. Sementara BBCA menarik jika kembali ke area Rp 8.000, dengan target jangka panjang di Rp 10.000 hingga Rp 11.000 per saham.
Selanjutnya: Laba Ingria Pratama Capitalindo (GRIA) Melesat 68,55%, Disokong Penjualan Unit Rumah
Menarik Dibaca: Indeks Kepercayaan Konsumen Indonesia Naik, Global Justru Masih Lesu
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News