kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,78   -24,72   -2.68%
  • EMAS1.326.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Harga maksimal Bank Mutiara Rp 4 triliun


Senin, 16 Juni 2014 / 14:16 WIB
Harga maksimal Bank Mutiara Rp 4 triliun
ILUSTRASI. Petugas melayani peserta BPJS Ketenagakerjaan di Jakarta, Selasa (16/11/2022). (KONTAN/Carolus Agus Waluyo)


Reporter: Issa Almawadi | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

JAKARTA. Harga Bank Mutiara tidak akan mencapai nilai penyertaan modal sementara (PMS) yang telah digelontorkan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Menurut para pengamat, harga Bank Mutiara paling realistis yang akan terserap oleh calon investor berada pada kisaran Rp 3 triliun-Rp 4 triliun saja.

Harga tersebut mengacu pada rata-rata recovery rate perbankan nasional yang berada pada kisaran 30% dan perhitungan nilai buku (book value) sebesar dua kali. Hingga akhir tahun lalu, LPS telah melakukan PMS ke Bank Mutiara senilai Rp 7,95 triliun yang terdiri dari suntikan tahap pertama Rp 6,7 triliun dan suntikan kedua Rp 1,25 triliun.

Tiga pengamat yang terdiri dari Dosen FE Unpad Kodrat Wibowo, Dosen FE Unika Atmajaya A. Prasetyantoko, dan Dosen FE UI Faisal H. Basri, sepakat bahwa penjualan Bank Mutiara akan jauh lebih rendah dari PMS yang telah dilakukan LPS. "Terjual Rp 3 triliun saja sudah bagus. Itu malah sudah lebih dari recovery rate 30%," tutur Prasentyantoko dalam diskusi bertema Penjualan Bank Mutiara, Harga Jual Vs PMS di Jakarta, Senin (16/6).

Kodrat juga bilang, jika terjual ke lokal hanya mungkin Rp 3 triliun-Rp 4 triliun, sementara jika ke asing maksimal Rp 5,6 triliun. Kodrat menegaskan, dirinya lebih memilih Bank Mutiara terjual ke bank nasional meskipun harganya jauh dari PMS. Itu karena, bank nasional dalam persiapan menuju Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) tahun 2015.

Sementara Faisal membandingkan Bank Mutiara jika diselamatkan dan ditutup. Faisal bilang, jika diselamatkan dengan PMS awal Rp 6,7 triliun lalu disehatkan dan dijual dengan dua kali nilai buku seharga Rp 2,8 triliun, maka ongkos yang harus dikeluarkan pemerintah sebesar Rp 3,96 triliun.

Ongkos tersebut jauh lebih murah dibandingkan jika pemerintah menutup Bank Mutiara yang mempunyai DPK Rp 6,4 triliun dengan dana nasabah dibawah Rp 2 miliar sebesar Rp 5,3 triliun, hanya berpotensi menghasilkan penjualan aset sebesar Rp 600 miliar. "Jika ditutup, ongkosnya capai Rp 4,7 triliun. Jadi bisa terlihat, ongkos menyelamatkan Bank Mutiara jauh lebih murah daripada menutup," tutur Faisal.

Sejauh ini, calon investor yang telah terbuka mengikuti proses penjualan Bank Mutiara adalah Bank Rakyat Indonesia (BRI). Mengenai hal ini, Kodrat bilang, BRI akan sangat mampu mengelola Bank Mutiara dengan baik. Menurut Kodrat, BRI dianggap punya semangat yang lebih terutama dalam hal ekspansi ke daerah.

Prasetyantoko juga menilai sebaiknya investor lokal yang menjadi pemegang saham Bank Mutiara. Di sini, Prasetyantoko menjelaskan, pihak yang terlibat dalam proses penjualan Bank Mutiara harus berpikir dalam konteks arsitektur perbankan. "Artinya, Bank Mutiara harus dikelola secara kelembagaan. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) harus terlibat dalam menentukan siapa yang akhirnya menjadi pemegang saham Bank Mutiara," jelas Prasetyantoko.

Yang jelas, lanjut Prasetyantoko, siapa pun yang akhirnya menjadi pemegang saham Bank Mutiara akan mendapat keuntungan yang besar. Hal itu bisa dilihat dari peluang akses perbankan di Indonesia yang masih cukup lebar dan potensi profitabilitas perbankan Indonesia yang masih cukup baik.

Di sisi lain, Prasetyantoko menegaskan, agar LPS tidak takut menjual Bank Mutiara tidak sesuai dengan nilai PMS. "LPS harus percaya diri jual Bank Mutiara sesuai dengan harga pasar. Kan Undang-undangnya sudah ada, sesuai dengan pasal 42 ayat 1 dan pasal 81 ayat 2 UU No 24 tahun 2004," imbuh Prasetyantoko.

Sementara, Kodrat menambahkan, penjualan saham Bank Mutiara masih akan dipengaruhi unsur politik yang saat ini dalam transisi pemerintahan baru. Kodrat yakin, jika suhu politik di Indonesia tenang, maka akan berpengaruh ke pertumbuhan ekonomi yang baik sehingga harga penjualan Bank Mutiara bisa sesuai harapan.

Selain itu, Kodrat juga mencermati masalah hukum terutama yang menyangkut kredit macet dari para debitur lama. "Yang jelas, orang kan butuh kepastian hukum. Dalam konteks Bank Mutiara, investor butuh kepastian usaha ke depannya untuk menghindari risiko," ucapnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×