Reporter: Laurensius Marshall Sautlan Sitanggang | Editor: Adi Wikanto
Jakarta. Pemerintah menetapkan total pendanaan pembangunan infrastruktur sebesar Rp 5.452 triliun pada tahun 2015 hingga 2019. Namun sejauh ini perbankan nasional belum berhasil memenuhi semua kebutuhan pendanaan tersebut.
Kepala Ekonom PT Bank Mandiri Tbk Anton Gunawan menyebut perbankan Indonesia baru memenuhi 45% dari total kebutuhan pembelanjaan infrastruktur nasional sebesar Rp 1.000 triliun per tahun.
Menurutnya, jumlah tersebut dapat meningkat jika holding jasa keuangan khususnya perbankan dilakukan. "Bank itu punya batas maksimum pemberian kredit (BMPK) jadi otomatis tidak akan tercover sepenuhnya," kata Anton dalam seminar Value Creation Holding BUMN 2017 di Hotel Double Tree, Jakarta, Kamis (24/11).
Anton menjelaskan, BMPK perbankan antara lain adalah maksimal 10% dari modal bank kepada pihak terkait sementara kepada pihak tidak terkait maksimum 20% dari modal bank. "Kalau holding otomatis dari sisi permodalan makin besar, kredit pun juga bisa lebih banyak," pukasnya.
Asal tahu saja,saat ini opsi sumber pendanaan untuk pembiayaan infrastruktur antara lain, penempatan dana pemerintah, pemerintah daerah, Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) dan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di bank BUMN, penerbitan surat berharga di pasar domestik dan internasional, pinjaman bank asing, pinjaman lembaga multilateral dan realokasi aset produktif bank.
Adapun jika dirinci, kebutuhan pembiayaan infrastruktur sampai dengan tahun 2019 didapatkan dari kontribusi APBN Rp 2.215,6 triliun, kontribusi APBD Rp 545,3 triliun, kontribusi BUMN Rp 1.066,2 triliun dan kontribusi swasta Rp 1.692,3 triliun. Dari total kontribusi BUMN sebesar Rp 1.066,2 trillun sebanyak Rp 202 triliun merupakan kontribusi bank BUMN.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News