kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.499.000   -40.000   -2,60%
  • USD/IDR 15.935   -60,00   -0,38%
  • IDX 7.246   -68,22   -0,93%
  • KOMPAS100 1.110   -11,46   -1,02%
  • LQ45 880   -11,76   -1,32%
  • ISSI 222   -0,92   -0,41%
  • IDX30 452   -6,77   -1,48%
  • IDXHIDIV20 545   -7,80   -1,41%
  • IDX80 127   -1,32   -1,03%
  • IDXV30 136   -1,06   -0,77%
  • IDXQ30 150   -2,29   -1,50%

Holding BUMN ultra mikro akan efektif mengatasi rentenir dan pinjol ilegal


Senin, 24 Mei 2021 / 12:58 WIB
Holding BUMN ultra mikro akan efektif mengatasi rentenir dan pinjol ilegal
ILUSTRASI. Kredit?tanpa agunan atau KTA dana tunai.


Reporter: Adrianus Octaviano | Editor: Handoyo .

'Seperti diketahui, saat ini masih ada sekitar 30 juta pelaku UMKM yang belum terlayani lembaga keuangan formal.  Sebanyak 5 juta di antaranya masih mengandalkan layanan para lintah darat atau rentenir untuk memenuhi kebutuhannya. 

Pelaku UMKM dan usaha ultra mikro yang belum tersentuh lembaga keuangan formal ini harus menanggung beban berat selama ini, karena kerap mendapat pinjaman berbiaya tinggi hingga 100-150 persen per tahun.

Kasus Pinjol masih marak

Kasus pinjaman online ilegal hingga saat ini memang masih terus meresahkan masyarakat. Baru-baru ini, seorang guru TK di Malang Jawa Timur, dikabarkan diteror 24 debt collector pinjaman online (pinjol) yang 19 diantaranya merupakan pinjol ilegal.

Selain itu, Satgas Waspada Investasi (SWI) hingga April 2021 telah memblokir sebanyak 3.193 fintech pendanaan ilegal sejak dibentuk pada 2018. Per April 2021 sendiri, SWI menemukan sebanyak 86 fintech lending ilegal atau yang akrab disebut dengan pinjol ilegal tersebut.

Direktur Eksekutif Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) Kuseryansah mengatakan bahwa maraknya pinjol ilegal ini dikarenakan kebutuhan kredit masyarakat saat ini tergolong masih banyak sedangkan kebutuhan tersebut juga belum terlayani oleh lembaga keuangan tradisional.

“Dari fintech lending yang legal pun tahun lalu saja hanya menyalurkan hingga Rp 74 triliun. Jika dibandingkan dengan kebutuhan kredit berdasarkan data OJK yang mencapai Rp 1.650 triliun per tahun. Itu berarti kita masih mengisi kredit gap itu sekitar 4% hingga 5%,” ujar Kuseryansah dalam acara virtual, akhir pekan lalu.

Oleh karena itu, Kuseryansyah menilai kondisi tersebut memberi dampak pada kehadiran pinjol  ilegal yang seolah-olah bisa memenuhi kebutuhan tersebut. Menurutnya, dengan kebutuhan kredit yang besar tersebut membuat masyarakat mudah mengambil kredit di pinjol ilegal.

“Karena pangsa pasarnya besar, produk apapun meskipun bunganya besar juga pasti laku. Masyarakat tidak terlalu memikirkan kesana yang penting kebutuhannya terlayani,” tambahnya.

Selain itu, Kuseryansyah juga bilang salah satu penyebab adanya pinjol ilegal ini yang terus marak karena literasi keuangan yang kurang. Hal ini membuat masyarakat dinilai belum bijak dalam mendapatkan layanan jasa keuangan tersebut.

“Masyarakat kita banyak yang menggunakan layanan keuangan termasuk yang digital tapi mereka tidak menngerti apa sesungguhnya guna pinjaman tersebut dan bagaimana cara yang bijak untuk menggunakan pinjaman tersebut,” tutur Kuseryansyah.

Selanjutnya: Seorang guru hampir bunuh diri karena pinjol ilegal, hindari perusahaan ini

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Kiat Cepat Baca Laporan Keuangan Untuk Penentuan Strategi dan Penetapan Target KPI Banking and Credit Analysis

[X]
×