kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Industri asuransi usulkan asuransi bencana jadi asuransi wajib


Senin, 04 November 2019 / 22:00 WIB
Industri asuransi usulkan asuransi bencana jadi asuransi wajib
ILUSTRASI. Bangunan masjid Baiturrahman yang ambruk akibat tsunami di wilayah Talise, Palu Barat, Sulawesi Tengah, Minggu (30/9/2018). Industri asuransi usulkan asuransi bencana sebagai asuransi wajib. ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja/foc/18.


Reporter: Maizal Walfajri | Editor: Tendi Mahadi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) sempat mengusulkan agar asuransi bencana alam sebagai asuransi wajib kepada pemerintah. Direktur Eksekutif AAUI Dody AS Dalimunthe bilang hal ini diambil karena telah terbukti rawan bencana.

Ia menyatakan kalau risiko bencana ini hanya dibeli oleh beberapa orang saja atau secara selektif, maka preminya akan relatif besar. Hal ini sudah tercermin dari variasi premi asuransi gempa bumi dalam SEOJK No 6/SEOJK.05/2017.

Baca Juga: Soal sengketa penggelapan giro BTN, SAN Finance ajukan peninjauan kembali

“Dengan adanya asuransi wajib maka bilangan besar akan terpenuhi, sehingga premi Akan lebih ekonomis. Skema asuransi wajib ini mirip dengan BPJS Kesehatan, namun diperuntukkan bagi semua pemilik rumah di Indonesia,” ujar Dody kepada Kontan.co.id pada Senin (4/11).

Kendati demikian, Dody mengaku usulan tersebut mengalami kendala. Lantaran jika pembayaran premi menggunakan APBN sebab alasan wajib tadi maka akan dianggap sebagai biaya belanja, dan harus ada aset atau barang yang diperoleh dari belanja tersebut

“Inilah masalahnya karena asuransi adalah intangible product, dan baru akan bekerja jika ada klaim. Sementara pemerintah pada waktu itu menginginkan jika tidak ada klaim maka premi harus dikembalikan ke negara. Inilah yang tidak dapat diakomodir oleh perusahaan asuransi,” jelas Dody.

Namun, pada tahun lalu, Menteri Keuangan menyampaikan program asuransi bencana dalam rapat tahunan Bank Dunia dan IMF di Bali. Dari sinilah AAUI kemudian mengadakan beberapa pertemuan dengan DPR, DPD, Bappenas, BKF Kemenkeu.

Pertemuan tersebut untuk membahas skema Pembiayaan Asuransi Risiko Bencana (PARB) atau Disaster Risk Financing & Insurance (DRFI). BKF Kemenkeu kemudian membuat roadmap DRFI ini yang salah satu program yg dijalankan oleh Kementerian Keuangan adalah Asuransi Barang Milik Negara (ABMN) atas aset bangunan milik negara.

Baca Juga: Nasabah klaim dananya di unitlink AIA Provisa Platinum menyusut, ini tanggapan AIA

Dody bilang saat ini asuransi bencana yang banyak ditawarkan oleh perusahaan asuransi adalah risiko gempa bumi dan banjir. Untuk gempa bumi sudah Ada Polis Standar Asuransi Gempa Bumi (PSAGBI) beserta tarif per zona risiko gempa. Adapun untuk risiko banjir menggunakan Klausula perluasan risiko banjir, dengan tarif yang juga sudah diatur sesuai data risiko banjir di wilayah Indonesia.

“Aplikasi risiko gempa bumi dan banjir memang banyak di asuransi properti. Sedangkan di asuransi kendaraan bermotor biasanya perluasan risiko banjir. Untuk zona risiko gempa bumi dan banjir Yang berdampak ke besarnya tarif premi ada di SEOJK No 6/SEOJK.05/2017. Terkait dengan data asuransi bencana, AAUI tidak memiliki data khusus,” pungkas Dody.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU

[X]
×