Reporter: Adrianus Octaviano | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Likuiditas perbankan memang tengah menjadi perhatian dalam beberapa waktu terakhir. Meski dianggap masih memadai, beberapa tantangan dapat menjadi batu sandungan yang mempengaruhi pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK).
Mengacu Survei Orientasi Bisnis Perbankan OJK (SBPO) untuk triwulan 1/2024, likuiditas perbankan pada tahun 2024 diproyeksikan memadai dengan ditunjang oleh pertumbuhan ekonomi Indonesia yang diperkirakan akan tetap tumbuh secara positif.
Namun, tetap ada potensi untuk pengetatan likuiditas karena penurunan adanya DPK. Utamanya, pada kelompok masyarakat berpendapatan rendah hingga menengah yang dipicu oleh inflasi pangan yang masih tinggi dan potensi kenaikan inflasi energi karena berlanjutnya konflik geopolitik Israel-Palestina.
Kondisi tersebut tampaknya sudah tercermin pada data distribusi simpanan nasabah yang dihimpun Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Per Januari 2024, tampak ada penurunan secara bulanan untuk kelompok simpanan di bawah Rp 100 juta dan kelompok simpana di antara Rp 100 juta hingga Rp 200 juta.
Baca Juga: Bank Ina Tunjuk Dewi Kurniawati Prodjohartono Sebagai Direktur Commercial Banking
Secara rinci, kelompok simpanan di bawah Rp 100 juta mengalami penurunan sekitar 2,3% secara bulanan (month on month/MoM). Namun, kelompok yang juga merupakan kontributor utama simpanan ini tercatat masih tumbuh 5,4% secara tahunan.
Lebih lanjut, untuk kelompok simpanan di kisaran Rp 100 juta hingga Rp 200 juta tercatat turun 0,5% MoM. Secara tahunan, simpana di tier tersebut tercatat tetap naik sekitar 4,7%.
Meski demikian, Anggota Dewan Komisioner LPS Didik Mardiyono mengungkapkan bahwa melihat pertumbuhan secara tahunan, pihaknya tak melihat ada dampak signifikan dari adanya inflasi pangan terhadap simpanan nasabah.
Menurutnya, fenomena kenaikan inflasi di bulan Ramadan merupakan fenomena musiman yang juga terjadi di tahun-tahun sebelumnya karena adanya pola kenaikan konsumsi masyarakat.
“Simpanan di bawah Rp 100 juta malah biasanya cenderung mengalami kenaikan di bulan Ramadan yang salah satunya disebabkan oleh adanya pembayaran tunjangan hari raya (THR),” ujar Didik, Selasa (19/3).
Secara tren, Didik menyadari memang ada penurunan dibandingkan saat pandemi yang sempat tumbuh hingga 9%. Namun, penurunan ini menunjukkan tren normalisasi ke pola pertumbuhan simpanan sebelum pandemi.
Baca Juga: Perbankan Ramai-Ramai Siapkan Uang Tunai Lebih Besar untuk Kebutuhan Lebaran
Sebagai catatan, pertumbuhan simpanan di bawah Rp 100 juta pada masa prapandemi atau per Desember 2019 sebesar 5,43% YoY.
“Hal ini menunjukkan bahwa simpanan masyarakat di tier ini masih menunjukkan pola yang cukup baik,” ujarnya.
Sementara itu, Senior Vice President Retail Deposit Products and Solution Bank Mandiri Evi Dempowati membenarkan bahwa simpanan nasabah yang berada di bawah Rp 50 juta bakal tergerus selama Ramadan.
Bukan tanpa alasan, Evi mengungkapkan bahwa hal tersebut sejalan dengan peningkatan pengeluaran nasabah untuk kebutuhan di saat Idul Fitri. Namun, tren itu bakal bersifat jangka pendek.
“Kami masih optimis tabungan di tier ini tetap meningkat,” ujar Evi.
Dalam catatannya, posisi rasio dana murah Bank Mandiri berada di level 79,7% per akhir Januari 2024 secara bank only. Pertumbuhan ini dari Tabungan dan Giro yang tumbuh sekitar 4,5% secara tahunan di saat market masih terkontraksi.
Di sisi tabungan, saldo nasabah pada tier 1 yaitu saldo kurang dari Rp 1 juta dan tier 2 dengan saldo di kisaran Rp 1 juta hingga Rp 50 juta juga menunjukkan pertumbuhan yang positif, dengan pertumbuhan sekitar 4,6% secara tahunan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News