Reporter: Selvi Mayasari | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Jumlah lender atau pendana fintech P2P lending terus meningkat, para pendana baik institusi dan super lender mulai ketagihan memberikan pendanaannya seiring pertumbuhan penyaluran pinjaman pada platform fintech P2P lending.
Jika melihat data dari Otoritas Jasa Keuangan, jumlah lender fintech lending di Desember 2021 mencapai 809.494 entitas. Adapun, dari jumlah rekening yang didanai mencapai 10,90 juta entitas dengan nilai Rp 13,57 triliun, yang berarti setiap lender bisa mendanai lebih dari satu rekening di platform P2P lending.
Sementara itu, kerja sama penyaluran pinjaman oleh lender institusi (super lender) pada periode ini disumbang oleh 68 lembaga jasa keuangan konvensional sebesar Rp 2,07 triliun.
Salah satu pemain fintech P2P lending Modalku Indonesia juga mengakui alami pertumbuhan lender sampai saat ini. Lebih dari 200 ribu pendana telah terdaftar di Grup Modalku dan terus mengalami pertumbuhan. Jumlah pendanaan ulang di tahun 2022 juga mengalami peningkatan sekitar 30% jika dibandingkan dengan tahun 2021.
Baca Juga: SWI Minta Masyarakat Waspadai Tawaran Binary Option dan Broker Ilegal
Sampai saat ini, Grup Modalku juga telah menyalurkan dana kepada lebih dari 5 juta jumlah transaksi pinjaman. Jumlah ini mengalami peningkatan jika dibandingkan dengan periode yang sama di tahun 2021.
Co-Founder & CEO Modalku, Reynold Wijaya menyampaikan, sampai saat ini, portofolio pendana di Modalku mencakup ritel serta korporat, tapi dari jumlah akun masih didominasi oleh pendana ritel.
"Tingkat bunga yang bisa didapatkan oleh pendana Modalku cukup bervariasi sesuai dengan portofolio pinjaman yang didanai oleh pendana. Namun secara umum, pendana bisa mendapatkan tingkat bunga sekitar 10 – 17% per tahunnya tergantung dengan preferensi dan toleransi risiko masing-masing pemberi pinjaman," jelas Reynold kepada kontan.co.id.
Menurutnya, para pendana tertarik untuk memilih fintech seperti Modalku sebagai alternatif investasi karena kemudahan akses bagi para pendana dengan diversifikasi portofolio serta bunga yang cukup kompetitif dan variatif sesuai dengan produknya.
"Para pendana dapat dengan mudah memberikan pendanaan melalui aplikasi mobile baik Android maupun iOS dengan alokasi minimal Rp 100.000 per pinjaman. Ditambah lagi dengan potensi pertumbuhan UMKM di Indonesia, Modalku sudah memiliki jangkauan produk yang cukup luas, mulai segmen mikro/pengusaha online, hingga segmen UKM yang sudah lebih stabil sehingga memiliki omzet lebih besar," kata Reynold.
Reynold mengatakan, dalam menggaet para lender, perusahaan selalu menerapkan prinsip responsible lending dalam memberikan pinjaman, dimana perusahaan melakukan penilaian secara ketat terhadap UMKM yang ingin mengajukan pinjaman dan kemampuan finansial mereka untuk melunasi pinjaman. Hal tersebut pihaknya lakukan sebagai bentuk tanggung jawab kepada pendana yang meminjamkan dananya melalui Modalku.
"Kami juga secara rutin melakukan edukasi kepada pendana untuk mengurangi risiko pendanaan, salah satunya dengan diversifikasi. Kami juga memiliki tim customer experience yang siap untuk menjawab pertanyaan dari para pendana untuk memaksimalkan portofolio pendanaan mereka. Modalku juga senantiasa menyediakan informasi yang transparan dan fitur pendanaan terencana yang memudahkan pemberi pinjaman untuk mendanai," ujarnya.
Serupa, Fintech P2P lending KoinWorks menyebut, pertumbuhan lender di 2021 termasuk signifikan di mana tercatat peningkatan hingga lebih dari 200% dibandingkan 2020. Kemudian, Koinworks juga mengamati adanya tren minat lenders secara general dalam melakukan pendanaan yang mengindikasikan kepercayaan masyarakat yang tinggi dan antusiasme yang baik terhadap fintech.
Baca Juga: Masih Menjamur, SWI Sudah Tutup 3.784 Pinjol Ilegal Sejak Tahun 2018
"Fenomena ini terjadi juga di platform kami, bahkan pengguna KoinWorks melakukan pendanaan berulang atau rutin mencapai 97%, atau hampir seluruhnya. Hal ini karena KoinWorks menyediakan produk dan layanan yang sesuai dengan kebutuhan saat ini yang serba mudah dalam satu aplikasi serta bisa diversifikasi assets karena produk kita beragam," ungkap Rachel Sugeha, Senior Vice President Wealth Management Koinworks.
Rachel menjelaskan, KoinWorks sebagai super financial apps berperan sebagai aggregator di mana lender ritel atau institusi diberikan banyak pilihan untuk pendanaan di KoinWorks dari berbagai tingkat risiko serta tujuan investasi yang berbeda-beda.
Jika dilihat porsinya, di sisi ritel lebih banyak, di mana sudah lebih dari 1,5 juta investor ritel bergabung dengan KoinWorks hingga saat ini. Perusahaan melihat lender, baik retail lender maupun lender institusi merupakan salah satu stakeholder terpenting terutama apabila melihatnya dari bagaimana peran lender dalam hal penyaluran pembiayaan kepada peminjam yang dalam hal ini adalah pelaku UKM di platform KoinWorks.
Rachel menerangkan, imbal hasil yang didapatkan para lenders sangat bervariasi berdasarkan produk yang didanai sesuai dengan risiko. Secara umum imbal hasil yang dapat diterima lenders KoinWorks berkisar 14-18 % p.a.
Rachel mengaku, para lender tertarik untuk mendanai di Koinworks, di samping literasi keuangan yang semakin baik, pihaknya melihat banyak pengguna mulai terbiasa dengan edukasi tentang pengembangan aset.
Menurutnya, di KoinWorks pendana juga bisa memulai dengan modal awal yang rendah yaitu dari 100 ribu rupiah, sehingga kini investasi melalui pendanaan dapat dilakukan oleh semua pengguna. Kemudian adanya berbagai produk dapat dipilih sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan lenders. Sehingga pilihan yang tersedia semakin banyak dan pengguna tidak perlu ragu melakukan pendanaan yang sesuai profil risiko mereka.
PT Amartha Mikro Fintek (Amartha) juga mencatatkan jumlah lender retail yang terus bertumbuh dari tahun sebelumnya. Untuk lender retail sendiri, komposisinya dominan dari generasi millennial, porsinya mencapai 68%.
Selain itu, juga di dominasi dari lender korporasi, yakni lebih dari 60% dari total seluruh lender. Lender korporasi di Amartha berasal dari sektor perbankan seperti BPR, BPD, maupun bank Nasional.
Baca Juga: Bank Digital Siapkan Layanan Kredit Lewat Aplikasi
CEO dan Founder Amartha Andi Taufan Garuda Putra mengatakan, untuk lender retail porsinya tidak terlalu besar. Ini sejalan dengan imbauan dari OJK yang meminta para perusahaan fintech untuk lebih memperbesar porsi lender institusi/korporasi. "Lender retail berpeluang memperoleh imbal hasil mencapai 15% flat per tahun," katanya.
Menurut Andi, umumnya, pendanaan di P2P merupakan bagian dari diversifikasi portfolio mereka, jadi aset investasinya beragam, dan salah satunya ada di instrumen P2P lending.
"Alasannya memilih mendanai di P2P lending, umumnya karena P2P lending seperti Amartha menawarkan imbal hasil yang terukur. Para pendana juga tertarik dengan konsep bisnis Amartha yang mengutamakan bisnis berkelanjutan serta penciptaan dampak sosial. Jadi, tidak hanya fokus pada imbal hasilnya saja, melainkan juga mempertimbangkan value dampak sosialnya atau dikenal dengan impact invetsing," jelas Andi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News