Reporter: Ferry Saputra | Editor: Tri Sulistiowati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Data Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) mencatat pendapatan premi industri dari lini asuransi aviation atau penerbangan pada kuartal I-2025 mencapai Rp 204 miliar. Nilai itu terkontraksi 33,8%, jika dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Mengenai hal itu, Pengamat Asuransi Irvan Rahardjo berpendapat kontraksi yang terjadi pada lini asuransi aviation disebabkan beberapa faktor. Dia menilai lonjakan kecelakaan penerbangan yang terjadi di global pada akhir 2024 dan awal 2025 menyebabkan tarif premi asuransi aviation naik sehingga berdampak terhadap pendapatan premi lini tersebut. Selain itu, operator penerbangan juga cenderung mengurangi coverage (perlindungan) asuransi dengan mencari yang lebih murah preminya.
"Dalam arti lain, underwriter menjadi lebih selektif terhadap risiko," ujarnya kepada Kontan, Jumat (20/6).
Irvan menerangkan faktor lainnya, yaitu adanya reinsurer yang membatasi kapasitas di sektor aviasi, sehingga premi domestik ikut terdampak. Ditambah adanya jumlah armada yang diasuransikan menurun, seperti Garuda Indonesia yang menjadi nasabah utama asuransi aviation, serta beberapa perusahaan charter atau tidak berjadwal juga menunda program asuransinya dan hanya melakukan Ground Risk Only (GRO) untuk pesawatnya sehingga premi lebih murah.
Baca Juga: OJK Terbitkan SEOJK 7/2025 untuk Melindungi Industri dan Peserta Asuransi
Lebih lanjut, Irvan menjelaskan aviation merupakan lini asuransi dengan volatilitas tinggi dan nilai besar. Nilai pertanggungan per pesawat (full) bisa mencapai US$ 50–150 juta, dengan liability hingga US$ 750 juta atau lebih (geographical limit). Adapun retensi lokal umumnya hanya kurang 5% dari total Total Sum Insured (TSI).
"Jadi, benar bisa dibilang pangsa pasar asuransi lokal di lini aviation terbatas," ucapnya.
Irvan menyampaikan sebenarnya sudah ada upaya untuk mendorong kinerja di lini asuransi aviation melalui Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 69/POJK.05/2016 Tentang Penyelenggaraan Usaha Perasuransian. Dalam Pasal 18 dan 19 POJK tersebut, diatur bahwa operator penerbangan atau tertanggung wajib mengasuransikan kepada perusahaan asuransi yang didirikan dan beroperasi di Indonesia, serta memiliki izin usaha dari OJK. Hal itu juga didukung amanat Undang-undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan.
Namun, dia bilang karena kapasitas asuransi lokal itu terbatas sehingga premi yang terserap juga terbatas, makanya perlu dukungan reasuransi global.
Sementara itu, Irvan mengatakan proyeksi lini asuransi aviation ke depannya sangat dipengaruhi market global dan kondisi geopolitik. Oleh karena itu, perusahaan asuransi dalam negeri perlu menyediakan produk yang inovatif, seiring makin tingginya teknologi di sektor penerbangan.
Sebagai informasi, data AAUI mencatat klaim yang dibayarkan industri asuransi umum di lini asuransi aviation pada kuartal I-2025 sebesar Rp 17 miliar. Nilai itu menurun 48,9%, jika dibandingkan periode sama tahun sebelumnya.
Baca Juga: Industri Asuransi Kredit Bergerak Variatif, Sejumlah Pemain Catat Pertumbuhan
Selanjutnya: IHSG Turun ke 6.907 Hari Ini (20/6), Net Sell Asing Mencapai Rp 2,73 Triliun
Menarik Dibaca: All England Lawn Tennis Club dan IBM Luncurkan Fitur AI Berikan Proyeksi Pertandingan
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News