Reporter: Ferry Saputra | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tengah merancang Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan (SEOJK) tentang Penyelenggaraan Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi (LPBBTI) atau fintech peer to peer (P2P) lending.
Dalam RSEOJK tersebut, akan diatur mengenai credit scoring untuk pinjaman konsumtif harus memenuhi kemampuan membayar kembali (repayment capacity).
Artinya, aturan itu menerangkan dalam melakukan credit scoring, fintech lending perlu menelaah perbandingan jumlah pembayaran pokok dan bunga pinjaman dengan penghasilan borrower, yakni porsi maksimal 40% pada tahun ini dan turun lagi menjadi 30% mulai 2026.
Mengenai hal itu, fintech P2P lending PT Kredit Utama Fintech Indonesia atau Rupiah Cepat menilai adanya aturan pembatasan pinjaman borrower tersebut akan berdampak positif bagi fintech lending.
"Tentu akan membuat borrower menjadi lebih terseleksi," kata Direktur Rupiah Cepat Anna Maria Chosani kepada Kontan, Selasa (25/3).
Baca Juga: AFPI Dukung Adanya Asuransi Khusus untuk Fintech P2P Lending
Anna juga berpendapat aturan tersebut akan membatasi penyaluran pembiayaan fintech lending sehingga tak berlebihan kepada borrower.
Sementara itu, dalam melakukan penilaian, dia menyebut fintech lending juga menggunakan banyak data untuk mengukur kualitas pembayaran seorang borrower.
"Kualitas pembayaran tidak hanya ditentukan dari kemampuan bayar, tetapi banyak faktor lainnya, seperti karakter pengguna," ujarnya.
Berdasarkan situs resmi, tingkat rasio kredit macet atau TWP90 Rupiah Cepat tercatat sebesar 2,6% per 25 Maret 2025. Adapun Rupiah Cepat telah menyalurkan pembiayaan sebesar Rp 29,3 triliun kepada 6,2 juta penerima dana atau borrower dalam tujuh tahun.
Selanjutnya: Cek Kurs Dollar-Rupiah 4 Bank Besar di BCA, BRI, BNI, dan Mandiri, Rabu (26/3)
Menarik Dibaca: Harga Emas Antam Melonjak Rp 10.000 Hari Ini 26 Maret 2025
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News