kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45917,01   -18,50   -1.98%
  • EMAS1.345.000 0,75%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Ini penjelasan Alto terkait operasi Alipay dan WeChat Pay di Grand Indonesia


Jumat, 16 Agustus 2019 / 03:15 WIB
Ini penjelasan Alto terkait operasi Alipay dan WeChat Pay di Grand Indonesia


Reporter: Anggar Septiadi | Editor: Wahyu T.Rahmawati

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sejumlah merhant di Grand Indonesia dilaporkan Tabloid KONTAN pada 29 Juli 2019 telah dapat menerima pembayaran dengan uang elektronik asal China, yaitu Alipay dan WeChat Pay. Mereka hadir atas kerja sama yang dilakukan dengan PT Alto Halo Digital Indonesia (AHDI).

Padahal, dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 20/6/PBI/2018 tentang Uang Elektronik penerbit uang elektronik asing wajib bekerja sama dengan bank berukuran besar di kelompok Bank Umum Kegiatan Usaha (BUKU) 4. “Switching lokal juga bisa bekerja sama dengan penerbit uang elektronik asing,” kata Direktur Alto Halo Budhi Widjajantho kepada Kontan.co.id, Kamis (15/8).

Baca Juga: Bank Indonesia berjanji akan menertibkan operasional Alipay dan WeChat

Dalam beleid uang elektronik tersebut, pasal 39 ayat (1) menjelaskan uang elektronik yang diterbitkan di luar Indonesia hanya bisa dilakukan jika terhubung dengan sistem Gerbang Pembayaran Nasional (GPN). Sementara pada pasal 39 ayat (2) disebutkan setiap penyelenggara transaksi mesti bekerja sama dengan BUKU 4. Sedangkan dalam pasal 1 ayat (11) yang dimaksud penyelenggara uang elektronik adalah penerbit, lembaga acquirer, prinsipal, lembaga switching, lembaga kliring, dan lembaga settlement.

Secara sederhana, transaksi uang elektronik dibagai atas dua tahap: back end dan front end. Ilustrasi seperti ini.

Misalnya seorang membeli kopi seharga Rp 50.000 menggunakan kartu uang elektronik yang diterbitkan bank. Transaksi dimulai saat kartu digesek di mesin electronic data capture (EDC) milik prinsipal. Acquirer menangkap data dari EDC bahwa terjadi transaksi kopi senilai Rp 50.000.

Baca Juga: Walau Pasar Beda, Kompetisi Tetap Sengit

Rekam data ini kemudian dibawa lembaga switching yang sekaligus memerintahkan kliring untuk memotong saldo uang elektronik. Jika saldo mencukupi, lembaga settlement memastikan transaksi berhasil dan mengembalikan data ke EDC untuk mencetak struk.

“Kami saat ini sebagai merchant agregator, proses transaksi kepada merchant dilakukan AHDI, sedangkan proses autorisasi terhadap customer dilakukan oleh AliPay dan WeChat Pay. Mereka mengirim dana settlement kepada kami dan kami meneruskan dana tersebut ke merchant,” sambung Budhi.

Laporan Tabloid KONTAN juga menjelaskan Alto Halo telah menjadi official partner WeChat Pay sejak 2017, meski operasinya baru pada Januari 2018. Sedangkan dengan Alipay, Alho telah bekerjasama sejak November 2018 dan langsung memulai operasinya.

Baca Juga: Ada rencana penurunan biaya transfer antarbank, ini kata perusahaan switching

Meski demikian, Budhi menjelaskan bahwa sejatinya semua kerja sama dilakukan oleh induknya, Alto Network. Budhi menjelaskan saat dilakukan kerja sama, beleid uang elektronik yang juga mengatur tiap pihak tak boleh punya izin ganda dalam prosesnya. Makanya sebagai switching, Alto Network tak bisa melakukan dana ke merchant.

“Saat itu belum ada regulasi yang mewajibkan perusahaan switching hanya fokus terhadap kegiatan switching saja sementara bisnis front end mesti dialihkan. Makanya pada Februari 2019 AHDI berdiri sebagai merchant aggregator,” lanjutnya.

Sementara Deputi Gubernur Bank Indonesia Sugeng menyatakan hal kerja sama tersebut tetap melanggar regulasi, lantaran langsung dilakukan dengan penerbit uang elektronik asing tanpa melalaui BUKU 4.

“Akan segera kami tertibkan, karena mereka mesti bekerja sama dengan BUKU 4,” kata Deputi Gubernur Bank Indonesia Sugeng saat ditemui Kontan.co.id, Kamis (15/8).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×