kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.200   0,00   0,00%
  • IDX 7.066   -30,70   -0,43%
  • KOMPAS100 1.055   -6,75   -0,64%
  • LQ45 830   -5,26   -0,63%
  • ISSI 215   0,27   0,12%
  • IDX30 424   -2,36   -0,55%
  • IDXHIDIV20 513   -0,30   -0,06%
  • IDX80 120   -0,79   -0,65%
  • IDXV30 124   -1,30   -1,04%
  • IDXQ30 142   -0,32   -0,23%

Ini tiga usulan asosiasi soal jaminan pensiun


Senin, 20 April 2015 / 19:12 WIB
Ini tiga usulan asosiasi soal jaminan pensiun
ILUSTRASI. Berikut ini beberapa titik rangsang sensitif pada tubuh perempuan yang wajib disentuh oleh pria saat berhubungan seks.


Reporter: Christine Novita Nababan | Editor: A.Herry Prasetyo

JAKARTA. Penerapan program jaminan pensiun oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan pada 1 Juli 2015 mendatang membuat banyak pihak was-was. Tidak cuma kalangan pemberi kerja yang khawatir beban kesejahteraan semakin membengkak, pelaku usaha dana pensiun juga ketar-ketir bisnisnya akan mandek kalau bersaing dengan program wajib BPJS Ketenagakerjaan.

Nah, untuk menyeleraskan program wajib jaminan pensiun dengan pelaku usaha dana pensiun swasta, Asosiasi Dana Pensiun Indonesia (ADPI) dan Perkumpulan Dana Pensiun Lembaga Keuangan (DPLK) merekomendasikan tiga usulan ini. Pertama, pemerintah sebaiknya fokus mengoptimalkan dana dan mengintensifkan kepesertaan program jaminan hari tua yang sudah berlangsung sejak 1992. Pasalnya, dari 63 juta pekerja sektor formal, baru 15 juta atau 24% di antaranya yang ikut serta.

Nur Hasan Kurniawan, Wakil Ketua Umum Perkumpulan DPLK mengatakan, jaminan hari tua saat ini tidak optimal. Karena itu, “Mengapa harus membebani pemberi kerja dan pekerja dengan kebijakan baru dan  iuran baru?” kata Nur.

Menurut Nur, dana kelolaan BPJS Ketenagakerjaan terhadap 15 juta pekerja sudah sekitar Rp 180 triliun. Sementara dana pensiun swasta hanya mengkaver 3,6 juta orang dengan dana kelolaan Rp 191 triliun.

Kedua,  jika jaminan pensiun harus terlaksana, iuran program sebaiknya  di bawah angka 2% dan meningkat secara bertahap. Toh, meski iuran jaminan hari tua sebesar 5,7%, tidak semua pemberi kerja mau membayar. Jika ditambah dengan iuran baru sebesar 8%, pemberi kerja dan pekerja yang belum mengiur jaminan hari tua pasti akan kaget dengan iuran 13,7%.

Ketiga, penerapan jaminan pensiun merupakan program jangka panjang. Maka, pelaksanaannya pun menuntut kehati-hatian. "Jika waktu menjadi kendala, sebaiknya penerapannya ditunda dengan melibatkan semua stakeholder tanpa kecuali dan dimutuskan secara matang," imbuh Suheri, Pelaksana Tugas Ketua Umum ADPI.

Saat ini, Suheri menilai, pelaksanaan program jaminan pensiun terlalu tergesa-gesa. Padahal, jaminan pensiun sangat penting dan menyangkut kepentingan banyak kaum pekerja. "Tak banyak pekerja yang memahami bahwa iuran pasti dengan manfaat pasti ini baru bisa diperoleh setelah tahun 2030 nanti atau 15 tahun setelah membayarkan iuran," pungkasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×