Reporter: Dea Chadiza Syafina | Editor: Yudho Winarto
JAKARTA. Meski mengalami tahun yang penuh tantangan, namun industri perbankan Indonesia dinilai masih legit oleh investor asing. Serbuan perbankan asing yang ingin memperbesar ekspansi bisnis di Indonesia, terus berdatangan.
Setelah dua bank asing asal Korea Selatan dan China mengajukan izin akuisisi dan rencana merger, terbaru, Kantor Cabang Bank Asing (KCBA) asal Jepang telah membuka komunikasi dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terkait pengembangan ekspansi bisnis di Indonesia.
Deputi Komisioner Bidang Pengawas Perbankan OJK, Irwan Lubis menuturkan, The Bank of Tokyo-Mitsubishi UFJ Ltd, telah melakukan pembicaraan untuk memperbesar peranan bisnis perbankan di Indonesia. Irwan menyebutkan, salah satu aksi korporasi yang mungkin dilakukan oleh KCBA ini, adalah dengan mengakuisisi saham dari bank yang sudah ada saat ini.
"Sepertinya yang menjadi incaran Bank of Tokyo-Mitsubishi UFJ Ltd adalah bank yang besar, tetapi kami (OJK) belum mengetahui bank mana yang akan diakuisisi sahamnya," kata Irwan akhir pekan, Jumat (3/7).
Langkah The Bank of Tokyo-Mitsubishi UFJ Ltd, melakukan akuisisi saham bank lokal asal Indonesia ini, sejalan dengan anjuran wasit lembaga keuangan yang menghimbau KCBA bersalin badan hukum menjadi Perseroan Terbatas (PT) secara sukarela. Irwan bilang, komunikasi yang dilakukan oleh The Bank of Tokyo-Mitsubishi UFJ Ltd, telah berlangsung sekitar satu bulan lalu.
OJK menyambut baik niatan The Bank of Tokyo-Mitsubishi UFJ Ltd untuk mengakuisisi saham bank lokal lain, dalam rangka memperkuat posisi bisnis dan ekspansi usaha. Hal ini lantaran, perbankan asal Negeri Sakura yang melakukan ekspansi bisnis ke Indonesia, turut membantu menyalurkan kredit sektor produktif, meski masih terbatas pada pemberian kredit sektor produktif perusahaan Jepang yang beroperasi di Indonesia.
OJK mendorong agar bank asing yang beroperasi di Indonesia turut membantu memberikan kredit di sektor-sektor yang menjadi fokus pengembangan pemerintah. Sebelumnya, ekspansi bisnis berupa akuisisi saham pada bank lokal yang telah beroperasi dilakukan oleh HSBC kepada Bank Ekonomi.
HSBC berkomitmen mengembangkan bisnis Bank Ekonomi secara bertahap. Bisnis ritel yang dilakukan HSBC, perlahan akan mulai dialihkan kepada Bank Ekonomi. Selain mengalihkan bisnis, tentu saja HSBC memiliki komitmen memperkuat modal Bank Ekonomi.
HSBC secara perlahan juga akan mengalihkan aset yang dimilikinya kepada Bank Ekonomi. Bank HSBC Indonesia sendiri merupakan KCBA dari HSBC Holding plc. Sementara Bank Ekonomi adalah bank berbadan hukum Indonesia namun sebanyak 98,94% sahamnya adalah milik HSBC Holding plc.
Saat ini Bank Ekonomi sedang melakukan proses keluar dari Bursa Efek Indonesia (BEI) atau go private. Perubahan dari perusahaan terbuka menjadi perusahaan tertutup merupakan bagian dari skema proses merger antara Bank ekonomi dengan Bank HSBC Indonesia.
Proses go private yang dilakukan Bank Ekonomi memang akan bermuara menjadi merger dengan Bank HSBC Indonesia. Selain itu, selama ini saham Bank Ekonomi tidak aktif diperdagangkan di BEI.
Berdasarkan catatan direktori perbankan Indonesia, saat ini ada 10 KCBA yang beroperasi di Indonesia. KCBA tersebut terdiri dari Bank of America, N.A, The Royal Bank of Scotland N.V, Bangkok Bank Pcl, Citibank N.A, The Hongkong & Shanghai B.C (HCBC), Ltd, Bank of China Limited, Deutche Bank Ag, JP. Morgan Chase Bank, N.A, The Bank of Tokyo-Mitsubishi UFJ Ltd, dan Standard Chartered Bank.
Kemungkinan, jumlah KCBA tersebut bakal berkurang, setelah HSBC Holdings Ltd terus memfinalisasi pengalihan seluruh asetnya di Indonesia ke Bank Ekonomi Rahardja. Dalam peralihan status badan hukum kantor cabang bank asing (KCBA) menjadi PT, OJK meminta induk usaha bank masing-masing negara asal bank untuk menyuntikkan dana segar.
Nominal dana itu, harus sesuai dengan profil risiko pada saat KCBA bersalin diri menjadi locally incorporated. Hitungan modalnya termasuk kegiatan usaha yang dilakukan dan profil risiko masing-masing bank.
Jika bank tersebut termasuk kelompok Bank Umum Kegiatan Usaha (BUKU) 3, berarti induk usaha harus suntik modal setara dengan minimal Rp 5 triliun sampai dengan maksimal Rp 30 triliun. Dana suntik modal itu harus dari induk usaha negara asal masing-masing bank.
Modal pengalihan status menjadi berbadan hukum Indonesia yang beroperasi secara lokal ini harus dipisahkan dari modal yang dimiliki oleh induk usaha. Ini berarti, KCBA yang beralih status badan hukum harus memiliki modal tersendiri yang terpisah dari modal sang induk usaha di negara asal masing-masing bank tersebut.
Modal yang disuntikkan oleh induk usaha harus berupa dana segar alias fresh money dan bukan lagi sekadar modal administratif. Selama ini, the real capital (modal inti) KCBA adanya di masing-masing negara asal bank tersebut. Dengan himbauan ini, maka OJK meminta dana segar bank tersebut, jumlahnya sesuai dengan profil risiko serta praktik kegiatan usaha yang dilakukan di Indonesia.
Modal segar ini diperlukan untuk memback-up usaha perbankan yang dilakukan masing-masing bank itu. Pengalihan status badan hukum menjadi locally incorporated ini, bukan merupakan nasionalisasi bank asing. Pengalihan ini adalah pengalihan status badan hukum menjadi setara dengan perusahaan perbankan lokal di Indonesia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News