Reporter: Aulia Ivanka Rahmana | Editor: Tri Sulistiowati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kebijakan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menurunkan batas maksimal copayment atau risk sharing dalam produk asuransi kesehatan menjadi 5% dinilai belum tentu langsung meringankan beban konsumen.
Pengamat asuransi Irvan Rahardjo menilai, meski skema ini dapat membantu perusahaan menekan biaya klaim, premi asuransi kesehatan tetap berpotensi naik sehingga tanggungan nasabah tidak otomatis berkurang.
“Kekurangannya menjadi beban tambahan nasabah sementara premi belum tentu turun bahkan sudah mengalami kenaikan selama beberapa tahun terakhir,” kata Irvan kepada Kontan, Jumat (26/9/2025).
Baca Juga: AASI Beberkan Pro dan Kontra Asuransi Sosial dengan Skema Syariah
Irvan menambahkan, tren premi yang meningkat dalam beberapa tahun terakhir dipicu inflasi medis yang masih tinggi, diperkirakan mencapai 13%–15%. Kondisi ini menurutnya membuat manfaat penurunan copayment bagi konsumen perlu dilihat lebih hati-hati.
Lebih lanjut, ia menekankan pentingnya peningkatan tata kelola dan pengawasan dalam industri asuransi kesehatan. Upaya ini harus melibatkan berbagai pihak, termasuk regulator, praktisi, akademisi, hingga asosiasi, agar produk yang ditawarkan tetap berkelanjutan sekaligus adil bagi konsumen.
Sebagai informasi, OJK telah menurunkan batas maksimal co-payment atau pembagian risiko dalam produk asuransi kesehatan menjadi 5% dari sebelumnya 10%. Ketentuan ini akan dimuat dalam rancangan peraturan OJK (RPOJK) tentang ekosistem asuransi kesehatan.
Aturan baru ini merupakan penyempurnaan dari Surat Edaran OJK (SEOJK) 7/2025 yang sebelumnya mengatur co-payment sebesar 10%. Selain itu, istilah co payment kini diganti menjadi risk sharing. Perubahan istilah tersebut merupakan usulan dari perwakilan konsumen.
Perusahaan asuransi wajib menyediakan produk tanpa fitur pembagian risiko. Namun, perusahaan juga diperbolehkan menawarkan produk dengan skema risk sharing.
Selain itu, besaran premi dari kedua jenis produk tersebut harus disampaikan secara transparan kepada calon pemegang polis. Dengan begitu, konsumen bisa mengetahui perbandingan harga antara produk tanpa risk-sharing dan dengan risk-sharing sebelum memutuskan untuk membeli.
Lebih lanjut, terdapat pengecualian terhadap mekanisme risk sharing. Untuk kondisi darurat akibat kecelakaan dan/atau penyakit kritis yang tercantum dalam polis, biaya akan sepenuhnya ditanggung oleh perusahaan asuransi tanpa pembagian risiko.
Baca Juga: Pasca Longsor, Freeport Bakal Ajukan Klaim Asuransi US$1 Miliar
Selanjutnya: Keluhan Mobil Lexus Mogok Usai Isi BBM Telah Selesai, Pertamina Jelaskan Penyebabnya
Menarik Dibaca: Persiapan Konser NCT Dream di JIS Hampir Rampung, Jakpro Jamin Kenyamanan Czennies
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News