Reporter: Aulia Ivanka Rahmana | Editor: Ignatia Maria Sri Sayekti
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menurunkan batas maksimal co-payment atau pembagian risiko dalam produk asuransi kesehatan menjadi 5% dari sebelumnya 10%. Istilah co-payment juga diganti menjadi risk sharing sesuai usulan perwakilan konsumen.
Namun, pengamat asuransi Irvan Rahardjo menilai perubahan istilah tersebut tidak berarti banyak jika beban konsumen justru semakin meningkat. “Perubahan istilah saja tidak bermakna apa-apa kalau beban konsumen makin bertambah,” kata Irvan kepada Kontan, Kamis (18/9/2025).
Ia memandang, lebih baik co-payment tetap di level 10% dengan syarat premi tidak naik. Sebab, co-payment bersifat variabel yang hanya muncul bila ada klaim, sementara premi merupakan beban tetap yang harus dibayar konsumen baik ada klaim maupun tidak.
Menurut Irvan, penurunan co-payment ke 5% justru akan membuat premi lebih tinggi. Padahal, dalam beberapa tahun terakhir, premi asuransi kesehatan sudah mengalami kenaikan akibat inflasi medis. Hal ini berpotensi mendorong sebagian masyarakat beralih ke BPJS Kesehatan.
Baca Juga: Beleid Co-Payment Siap Rilis Lagi, Besarnya 5% dan Ganti Nama Jadi Re-Sharing
“Kenaikan premi sudah terjadi akibat inflasi medis. Sehingga beban konsumen lebih berat lagi dan ini bisa mendorong migrasi ke BPJS,” jelas Irvan.
Lebih lanjut ia menambahkan, pengecualian risk sharing sebaiknya hanya berlaku untuk kasus kecelakaan, bukan penyakit kritis, karena penyakit kritis membutuhkan biaya sangat besar yang bisa menjadi beban berat bagi perusahaan asuransi.
Sebagai informasi, OJK telah menurunkan batas maksimal co-payment atau pembagian risiko dalam produk asuransi kesehatan menjadi 5% dari sebelumnya 10%. Ketentuan ini akan dimuat dalam rancangan peraturan OJK (RPOJK) tentang ekosistem asuransi kesehatan.
Aturan baru ini merupakan penyempurnaan dari Surat Edaran OJK (SEOJK) 7/2025 yang sebelumnya mengatur co-payment sebesar 10%. Selain itu, istilah copayment kini diganti menjadi risk sharing. Perubahan istilah tersebut merupakan usulan dari perwakilan konsumen.
Baca Juga: Pengamat:Co-Payment Lebih Rasional daripada Kenaikan Premi Tetap Akibat Inflasi Medis
Perusahaan asuransi wajib menyediakan produk tanpa fitur pembagian risiko. Namun, perusahaan juga diperbolehkan menawarkan produk dengan skema risk sharing.
Selain itu, besaran premi dari kedua jenis produk tersebut harus disampaikan secara transparan kepada calon pemegang polis. Dengan begitu, konsumen bisa mengetahui perbandingan harga antara produk tanpa re-sharing dan dengan re-sharing sebelum memutuskan untuk membeli.
Lebih lanjut, terdapat pengecualian terhadap mekanisme risk sharing. Untuk kondisi darurat akibat kecelakaan dan/atau penyakit kritis yang tercantum dalam polis, biaya akan sepenuhnya ditanggung oleh perusahaan asuransi tanpa pembagian risiko.
Baca Juga: OJK Turunkan Skema Co-Payment Asuransi Kesehatan Jadi 5%
Selanjutnya: Mau Kuliah Gratis? Beasiswa MDJ Jakarta 2025, Daftar sebelum 30 September!
Menarik Dibaca: Cara Buat Foto di Lift Pakai Prompt Gemini AI! Ada Kumpulan Prompt Lainnya juga
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News