Reporter: Ferrika Sari | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kasus gagal bayar di koperasi menjadi sorotan. Salah satunya, kasus gagal bayar Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Indosurya Cipta, di mana koperasi menjalankan praktik shadow banking.
Sebab, koperasi menghimpun dana anggota dengan bunga tinggi melampaui bank. Mereka juga tidak punya izin menghimpun dana masyarakat dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Bareskrim Mabes Polri kemudian menetapkan dua tersangka dalam kasus tersebut.
Oleh karena itu, masyarakat perlu bersikap waspada agar tidak mudah tergiur iming-iming bunga tinggi dari koperasi. Staf Khusus Menteri Bidang Hukum, Pengawasan Koperasi dan Pembiayaan Kementerian Koperasi dan UKM Agus Santoso mengungkapkan beberapa praktik shadow banking di koperasi.
Baca Juga: Kasus KSP Indosurya Cipta, Kabareskrim: Kami Tindaklanjuti Laporan PPATK
"Produk jasa keuangan yang ditawarkan oleh koperasi sangat mirip dengan bank yaitu meniru tabungan dan deposito yang dihimpun dari masyarakat bukan anggota, bukan dalam bentuk simpanan pokok, simpanan wajib dan bentuk-bentuk simpanan sukarela sebagaimana dimaksud dalam UU Koperasi,” kata Agus, Jumat (5/6).
Biasanya, proses penghimpunan dana menggunakan tenaga marketing profesional untuk menjerat banyak nasabah baru dengan iming- iming bunga tinggi. Selain bunga, nasabah juga ditawarkan cash back, hadiah-hadiah menarik dan lainnya.
Dengan tawaran menggiurkan, nasabah rela berinvestasi dalam jumlah besar tanpa mengetahui bagaimana cara kerja koperasi. Misalnya saja, mereka tidak punya kartu tanda anggota serta tidak tercatat dalam daftar buku anggota koperasi.
Mereka juga tidak pernah diundang untuk hadir dalam Rapat Anggota Tahunan (RAT) koperasi untuk pemilihan kepengurusan atau badan pengawas. Bahkan mereka tidak paham soal RAT.
“Nasabah juga tidak pernah mendapatkan Sisa Hasil Usaha (SHU) koperasi yang merupakan ciri dari usaha koperasi. Jadi nasabah tidak pernah merasa sebagai anggota karena tidak paham bahwa mereka menyimpan dananya di koperasi,” ungkap Agus.
Maka itu, koperasi yang menjalankan praktik shadow banking bisa terjerat delik tindak pidana perbankan sebagaimana pasal 46 Undang-undang (UU) Perbankan.
Baca Juga: Satgas Waspada Investasi: Kerugian masyarakat dari investasi bodong capai Rp 92 T
Pada kesempatan berbeda, Deputi Bidang pengawasan Kemenkop dan UKM Ahmad Zabadi menjelaskan, pada prinsipnya pengelolaan dana koperasi harus akuntabel dan transparan karena modal koperasi dari simpanan anggota.
“Karena anggota merasa memiliki koperasi sebagai usaha bersama dalam rangka mewujudkan kesejahteraan bersama, setiap anggota dapat melakukan pengawasan secara langsung atau diwakili oleh badan pengawas yang anggota dipilih dan berasal dari anggota koperasi,” jelas dia.
Mengantisipasi kasus serupa, Kementerian Koperasi dan UKM akan meningkatkan kerja sama dengan OJK, PPATK dan aparat penegak hukum agar praktik shadow banking dapat diberantas. Sebab, praktik ini merugikan masyarakat dan merusak citra koperasi.
"Perlu sekali lagi kami garisbawahi, bahwa usaha simpan pinjam koperasi, hanya dilakukan untuk melayani anggota, sehingga operasi yang dijalankan berdasarkan prinsip-prinsip yang bisa dipastikan tidak akan melakukan praktek shadow banking,” kata Zabadi.
Baca Juga: Deretan fintech ilegal berkedok koperasi ini diberi waktu sepekan untuk membela diri
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News