Reporter: Astri Kharina Bangun |
JAKARTA. Rencana Bank Indonesia (BI) menaikkan Giro Wajib Minimum (GWM) perbankan terus digodok. Paling tidak, ada tiga hal utama yang menjadi pertimbangan BI sebelum mengeluarkan ketentuan baru GWM.
"Tiga hal yang kami lihat adalah tren kenaikan inflasi, ekses likuiditas, dan operasi moneter. Ketiga faktor ini secara simultan kami perhatikan," ungkap Kepala Departemen Riset Ekonomi dan Kebijakan Moneter BI Perry Warjiyo, Senin (23/4).
Ia menambahkan, ekses likuiditas di perbankan belum terdistribusi secara merata. Masih terkonsentrasi di sejumlah bank. Nantinya, kalau aturan ini diterapkan semakin besar ekses likuditas, maka semakin besar porsi GWM-nya.
"Ada kisaran, tapi masih dalam diskusi. Kalau ada kenaikan GWM kami akan pertimbangkan perlu ada remunerasi atau tidak. Semuanya masih simulasi," ujar Perry.
Ia menekankan, BI pada intinya ingin memberikan sinyal bahwa potensi kenaikan inflasi paska kebijakan BBM diterapkan sifatnya hanya jangka pendek. Oleh karena itu, langkah yang dilakukan BI saat ini adalah penguatan operasi moneter.
"Pasar sudah mengerti langkah itu sesuai inflasi sekarang ini," lanjut Perry.
Senada dengan Perry, Ekonom Senior Standard Chartered Fauzi Ichsan menilai rencana bank sentral menaikkan Giro Wajib Minimum (GWM) bagi perbankan adalah langkah yang diambil BI setelah operasi moneter.
"GWM adalah last option untuk mengendalikan likuiditas setelah operasi moneter, melalui FASBI rate dan term deposit. Kalau setelah operasi moneter tetap naik ekspektasi inflasinya, maka GWM naik," ulas Fauzi.
Nah, bila kedua cara tersebut tak juga berhasil mengelola likuiditas, maka langkah terakhir yang bakal diambil BI adalah menaikkan suku bunga acuan BI rate.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News