kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.539.000   0   0,00%
  • USD/IDR 15.740   20,00   0,13%
  • IDX 7.492   12,43   0,17%
  • KOMPAS100 1.159   4,94   0,43%
  • LQ45 920   6,72   0,74%
  • ISSI 226   -0,39   -0,17%
  • IDX30 475   4,06   0,86%
  • IDXHIDIV20 573   5,12   0,90%
  • IDX80 133   0,95   0,72%
  • IDXV30 141   1,37   0,98%
  • IDXQ30 158   1,02   0,65%

Korban Wanaartha Life Layangkan Gugatan Rp 822 Miliar Atas Kasus Gagal Bayar


Rabu, 04 Oktober 2023 / 22:05 WIB
Korban Wanaartha Life Layangkan Gugatan Rp 822 Miliar Atas Kasus Gagal Bayar


Reporter: Ferry Saputra | Editor: Tendi Mahadi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sebanyak 504 pemegang polis (pempol) sekaligus korban PT Asuransi Jiwa Adisarana Wanaartha (Wanaartha Life) melayangkan gugatan perwakilan kelompok (class action) ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat terkait kasus gagal bayar. Adapun sidang pertama beragendakan pemanggilan para tergugat digelar Rabu (4/10). 

Dalam gugatan dengan nomer perkara 609/Pdt.G/2023/PN.Jkt.Pst itu menerangkan pihak tergugat meliputi Kementerian Keuangan, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Kejaksaan RI, dan Wanaartha Life.

Hakim Ketua Sidang Kadarisman menyebut pemanggilan tiga dari empat tergugat itu dinyatakan sah. Namun, pemanggilan Wanaartha Life dinyatakan tidak sah. Sebab, dikatakan alamat kantor Wanaartha Life sudah berubah berdasarkan pernyataan PT Pos Indonesia.

Kuasa Hukum Pempol Wanaartha Life Firman Wijaya menerangkan faktanya ada beberapa dokumen yang menujukkan Wanaartha Life masih ada di tempat itu dan hal itu dianggap hanya trik saja. Berdasarkan lampiran yang diterima KONTAN, alamat Wanaatha berada di Graha Wanaartha, tepatnya Jl. Mampang Prapatan Raya no.76, Jakarta Selatan. 

Baca Juga: Zurich Topas Life Fokus Berbisnis di Kota Tier 1, Begini Alasannya

"Hal itu merupakan upaya yang menurut kami menegasikan prinsip good corporate government, mereka lari dari tanggung jawab," ucapnya di PN Jakarta Pusat, Rabu (4/10).

Dalam gugatan tersebut, Firman menyatakan para pempol menuntut agar pihak tergugat, khususnya OJK, harus bertanggung jawab terhadap raibnya dana asuransi tersebut. 

"Mana uang asuransi Wanaartha yang sebesar itu? Sementara korban akan terus bertambah. Kami berusaha untuk meminta hak itu," ungkapnya.

Dalam kasus itu, Firman menyampaikan negara terlambat melakukan mitigasi risiko pempol asuransi karena kerugian yang terbilang sudah sangat besar ditaksir secara total mencapai Rp 15,9 triliun. 

Firman juga agak menyesal para tergugat, khususnya OJK, tak hadir dalam persidangan tersebut, padahal sudah diundang secara resmi. Menurutnya, pempol harus dapat perlindungan yang kuat dan hal itu tak ditunjukkan oleh para tergugat, khususnya OJK, dalam kasus kali ini.

Adapun sidang pertama beragendakan pemanggilan tergugat ditunda, kemudian akan dilanjutkan kembali pada 10 Oktober 2023.

Tercatat, kerugian para penggugat mencapai Rp 822 miliar dari 1.165 polis. Disebutkan sampai saat ini, belum ada pembayaran nilai kerugian tersebut.

Sebelumnya, Ketua Aliansi Korban Wanaartha Life Johanes Buntoro menyampaikan permasalahan dimulai sejak Januari hingga April 2019. Saat itu, nasabah mendapat informasi dari pihak manajemen Wanaartha bahwa seluruh aset Rp 4,7 triliun milik perusahaan sesuai dengan laporan keuangan pada Desember 2019 itu diblokir dan disita oleh negara. Dengan demikian, para nasabah tak bisa mencairkan polis yang sudah jatuh tempo. 

Baca Juga: Bank Mandiri Lakukan Divestasi Seluruh Saham di AXA Insurance Indonesia

Dia menerangkan Wanaartha Life hanya memberikan penjelasan kepada nasabah bahwa pemblokiran itu karena pihak perusahaan hanya dipanggil sebagai saksi atas kasus Benny Tjokro di kasus Jiwasraya dan dinyatakan bahwa pemblokiran akan dibuka dalam waktu dekat. 

Alhasil, bukannya dibuka, aset-aset malah disita oleh pihak negara. Oleh karena itu, pada Juni 2020, Wanaartha Life mengajukan pra peradilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan atas penyidikan aset tersebut dan hasilnya ditolak. 

"Kami mengikuti pra peradilan tersebut dan mendapati fakta bahwa tidak semua aset Wanaartha disita, tetapi hanya sebagian sebesar Rp 2,4 triliun. Saat itu, kami merasa dibohongi atas informasi berbeda dari sebelumnya," katanya.

Johanes menyampaikan sejak saat itu, para nasabah mulai mencari informasi dan mulai mengirim surat kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk meminta perlindungan dan penegakan hukum bagi nasabah pada Agustus 2020. 

Dia menyatakan OJK merupakan pihak yang pertama kali disurati. Sebab, kepercayaan nasabah yang tinggi kepada OJK, yang mana bisa melindungi konsumen. 

"Namun, nyatanya itu malah membuat kami sangat sedih karena tak ada respons atau balasan apa pun dari ojk. Padahal, kami sebagai konsumen butuh informasi yang benar dari OJK. Sudah hampir 4 tahun sampai saat ini tak direspons," ungkapnya.

Oleh karena itu, Johanes menerangkan pihaknya melakukan aksi damai bersama para anggota aliansi ke kantor Wanaartha Life pada September 2020 untuk mendesak bertemu dengan pemilih perusahaan agar mendapatkan informasi yang benar. Alhasil, pihak pemiliki menemui nasabah dan terkonfirmasi bahwa benar aset yang disita Rp 2,4 triliun. 

Dia pun menyebut ketika dihitung berdasarkan laporan keuangan 2019, masih ada sisa uang  sekitar Rp 2 triliun. Adapun pada Oktober 2020, PN Jakarta Pusat memutuskan bahwa aset Wanartha Life dirampas oleh negara.

"Oleh karena itu, dengan adanya dua infomrasi tersebut, kami masih beriktikad baik dan mempercayakan OJK untuk melindungi kami. Dengan demikian, pada 5 November 2020, kami menyampaikan surat perlindungan kepada OJK lewat pengacara Agustinus dan rekan," ujarnya.

Baca Juga: PRUAnugerah Syariah, Inovasi Syariah Pertama di Indonesia guna Perlindungan Jiwa

Johanes menerangkan dalam surat itu, pihaknya menuliskan 10 permohonan sesuai aturan OJK dan UU Perasuransian. Mereka meminta dilakukan penyidikan. Meski dijawab 7 bulan kemudian, isi surat itu dianggap tak menjawab soal pertanyaan para nasabah.

Dikarenakan terlalu lama membalas surat tersebut, nasabah akhirnya melakukan langkah sendiri pada 18 Desember 2022 dengan mengajukan permohonan keberatan di PN Jakarta Pusat atas aset yang dirampas. Sebab, para nasabah ingin sekali mengetahui informasi secara jelas.

Johanes pun menyebut dalam mengajukan keberatan, pihaknya mendapati informasi penting dari peradilan tersebut.

"Berdasarkan bukti dari termohon Kejagung, salah satunya bukti bahwa OJK sudah mengaudit Wanaartha sejak kasus Jiwasraya dan ternyata OJK yang meminta aset diblokir dan disita. Selain itu, ada informasi juga bahwa OJK sudah mengetahui kondisi dan tindakan Wanartha sebelum aset diblokir OJK pada Jauari 2020," tuturnya.

Johanes mengatakan dengan informasi yang dianggap valid itu, pihaknya bersama aliansi mengajukan laporan ke Bareskrim Polri pada 16 Februari 2021. Ternyata dengan dokumen itu, Bareskrim Polri langsung merespons dalam waktu 2 bulan dan langsung naik penyidikan sampai jadi tersangka pada Oktober 2022.

Sayangnya, pemilik perusahaan sudah lari ke luar negeri. Hingga saat ini, nasib para nasabah masih belum menemui titik terang. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Survei KG Media

TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×