Reporter: Ferry Saputra | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Data statistik Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat outstanding pinjaman macet fintech peer to peer (P2P) lending usia 35 tahun ke atas meningkat (lebih dari 90 hari).
Tercatat, pada Juni 2024 mencapai Rp 676,27 miliar atau naik dari posisi Mei 2024 sebesar Rp 637,04 miliar. Posisi Juni 2024 juga meningkat dibandingkan posisi Juni 2023 yang sebesar Rp 584,93 miliar.
Menanggapi hal itu, Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) menyampaikan berdasarkan tren umum yang ada, beberapa faktor yang mungkin berkontribusi terhadap kenaikan tersebut salah satunya karena kondisi ekonomi yang tidak stabil.
"Selain itu, adanya kenaikan biaya hidup yang menekan daya beli masyarakat, terutama pada kelompok usia produktif seperti 35 tahun ke atas. Perubahan kondisi ekonomi, seperti pemutusan hubungan kerja (PHK) atau bisnis yang mengalami kesulitan juga dapat menjadi pemicu," ucap Direktur Eksekutif AFPI Yasmine Meylia Sembiring kepada Kontan, Kamis (5/9).
Baca Juga: Daya Beli Masyarakat Turun Pengaruhi Pengembalian Pinjaman Fintech Lending
Untuk ke depannya, Yasmine menerangkan perlu dilakukan analisis yang lebih mendalam mengenai fenomena tersebut. Namun, dia bilang faktor-faktor seperti kondisi ekonomi makro secara keseluruhan akan sangat memengaruhi tingkat kredit macet.
"Upaya yang dilakukan oleh industri fintech lending dalam meningkatkan kualitas penyaluran kredit dan manajemen risiko juga akan sangat berpengaruh," katanya.
AFPI mengimbau para anggota untuk meningkatkan literasi keuangan melalui berbagai program edukasi, terutama mengenai pentingnya pengelolaan keuangan yang baik dan bijak dalam mengambil keputusan terkait pinjaman.
Selain itu, dia menyebut AFPI juga mendorong para anggota untuk menerapkan prinsip kehati-hatian dalam proses penyaluran kredit, mulai dari tahap verifikasi data calon debitur hingga proses penagihan.
"Fintech lending yang memiliki sistem pelaporan kredit terintegrasi dapat membantu penyelenggara fintech lending dalam mengelola risiko kredit dan mencegah terjadinya penyaluran kredit yang berlebih kepada satu individu," ujar Yasmine.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News