kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45908,54   -10,97   -1.19%
  • EMAS1.350.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Kredit macet di konstruksi makin tinggi


Rabu, 30 September 2015 / 10:31 WIB
Kredit macet di konstruksi makin tinggi


Reporter: Christine Novita Nababan, Galvan Yudistira | Editor: Havid Vebri

JAKARTA. Penyaluran kredit sektor konstruksi di tahun 2015 cukup kencang. Namun sisi lain, risiko kredit macet alias non performing loan (NPL) sektor itu juga makin tinggi.

Mengacu data Statistik Perbankan Indonesia (SPI), hingga Juli 2015, penyaluran kredit sektor konstruksi tercatat sebanyak Rp 165,57 triliun. Jumlah ini tumbuh 23,96% dari posisi Juli 2014 yang masih sebesar Rp 133,57 triliun.

Namun pada saat yang bersamaan, NPL sektor konstruksi turut meningkat. Hingga Juli tahun ini, kredit bermasalah sektor konstruksi sudah tembus ke level 5,54% (lihat tabel). Sebagai pembanding, pada periode Juli 2014 angka NPL kredit konstruksi masih di kisaran 4,40%.

Buruknya NPL sektor konstruksi bahkan mengalahkan sektor lain, semisal pertambangan dan penggalian. Dari total kredit pertambangan dan penggalian per Juli 2015 yang senilai Rp 138,31 triliun, rasio kredit macetnya masih di kisaran 3,82%. Setahun lalu, NPL sektor ini bertengger di level 3,09%.

Dari kelompok bank, kelompok bank umum kegiatan usaha (BUKU) II menjadi penyumbang NPL tertinggi di sektor kredit konstruksi. NPL sektor konstruksi bank kategori BUKU II tercatat mencapai 9,62%. Diikuti bank kategori BUKU III dengan NPL mencapai 5,34% dan BUKU I sebesar 4,51%.

Sementara bank kategori BUKU IV mencetak NPL kredit konstruksi sebesar 3%, masih lebih kecil ketimbang NPL sektor perdagangan besar dan eceran yang mencapai 3,53%.

Meski secara industri tinggi, Bank OCBC NISP termasuk bank yang masih bisa mengendalikan NPL pada kredit konstruksi. Buktinya, "NPL kredit konstruksi mencapai 1,9% per Juli 2015. Rata-rata NPL secara keseluruhan sebesar 1,3%," tutur Parwati Surdaudaja, Direktur Utama Bank OCBC NISP kepada KONTAN, Selasa (29/9).

Parwati menambahkan, di OCBC NISP sektor perdagangan masih menyumbang kontribusi terbesar terhadap rasio NPL.

Sementara Jahja Setiaatmadja, Presiden Direktur  Bank Central Asia (BCA) mengatakan, kredit bermasalah di BCA banyak datang dari bisnis ritel. "Kalau tambang, kami memang tidak banyak membiayai sektor pertambangan," ujar Jahja.

Bank BUMN

Rico Rizal Budidarmo, Direktur Keuangan Bank Negara Indonesia (BNI) menyatakan pihaknya tetap menjaga NPL kredit konstruksi. Dia menjelaskan, BNI sudah mengamankan potensi kredit macet sektor konstruksi dengan membentuk cadangan coverage ratio antara 140% hingga 150%.

"Mudah-mudahan NPL sektor konstruksi terjaga di bawah 3% hingga akhir tahun 2015," tutur Rico.

Bank Mandiri bahkan optimistis bisa menekan NPL kredit konstruksi di bawah 2%. Budi Gunadi Sadikin, Direktur Utama Bank Mandiri menyatakan, pihaknya banyak memberikan kredit bagi perusahaan BUMN. "Jadi kualitas kreditnya bagus-bagus," imbuh Budi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Berita Terkait



TERBARU
Kontan Academy
Success in B2B Selling Omzet Meningkat dengan Digital Marketing #BisnisJangkaPanjang, #TanpaCoding, #PraktekLangsung

[X]
×