kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.991.000   -25.000   -1,24%
  • USD/IDR 16.870   -10,00   -0,06%
  • IDX 6.634   96,11   1,47%
  • KOMPAS100 956   17,31   1,84%
  • LQ45 745   14,47   1,98%
  • ISSI 210   1,42   0,68%
  • IDX30 387   9,07   2,40%
  • IDXHIDIV20 467   9,05   1,98%
  • IDX80 108   1,86   1,75%
  • IDXV30 114   1,02   0,91%
  • IDXQ30 127   3,44   2,78%

Perlambatan Kredit Perbankan Kian Nyata pada Maret 2025


Rabu, 23 April 2025 / 20:14 WIB
Perlambatan Kredit Perbankan Kian Nyata pada Maret 2025
ILUSTRASI. Gubernur Bank Indonesa Perry Warjiyo menjawab pertanyaan wartawan saat konferensi pers hasil rapat Dewan Gubernur di Gedung Thamrin Bank Indonesia, Jakarta, Rabu (19/3/2025). Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia memutuskan untuk mempertahankan BI-Rate sebesar 5,75 persen, suku bunga Deposit Facility sebesar 5,00 persen dan suku bunga Lending Facility sebesar 6,50 persen sebagai upaya menjaga prakiraan inflasi 2025 dan 2026 tetap terkendali. ANTARA FOTO/Bayu Pratama S/Spt.


Reporter: Adrianus Octaviano | Editor: Ignatia Maria Sri Sayekti

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Perlambatan penyaluran kredit industri perbankan kian nyata. Di mana, itu terjadi pada Maret 2025 yang mencatat pertumbuhan kredit terlambat selama 16 bulan terakhir.

Per Maret 2025, Bank Indonesia (BI) mencatat pertumbuhan kredit hanya mencapai 9,16% secara tahunan (YoY). Ini menjadi pertumbuhan kredit paling lambat sejak Oktober 2023 yang kala itu hanya tumbuh di kisaran 8%.

Gubernur BI Perry Warjiyo mengungkapkan bahwa pihaknya melihat ada kecenderungan pertumbuhan kredit yang melambat. Menurutnya, ada beberapa faktor yang mempengaruhi kondisi tersebut, di mana lebih banyak dari sisi permintaan.

Perry menjelaskan ada dampak dari sentimen global, terlebih kebijakan tarif AS. Menurutnya, ada sektor-sektor yang memang pada akhirnya hanya tumbuh terbatas akibat dampak sentimen tersebut.

Hanya saja, Perry tetap optimistis ada beberapa sektor yang bisa menjadi penopang pertumbuhan kredit di tahun ini. Ia melihat kontribusi pertumbuhan kredit masih didukung pada sektor industri, pertambangan, dan jasa sosial.

Baca Juga: Kredit Menganggur Perbankan Kian Menggunung

“Kecenderungannya beberapa assesment memberikan risiko bahwa pertumbuhan kredit 2025 akan menuju ke batas bawah kisaran 11% sampai 15%,” ujar Perry, Rabu (23/4).

Deputi Gubernur BI Juda Agung menambahkan perlambatan ini belum mencerminkan pelemahan yang mendasar pada fungsi intermediasi perbankan. Sebab, ia melihat minat perbankan untuk memberikan kredit cukup tinggi.

Menurutnya, ini tercermin dari indeks lending standart yang merupakan persyaratan-persyaratan pemberian kredit belum ada tanda-tanda pengetatan. Artinya, bisa dibilang bahwa bank terlihat masih longgar memberikan kredit.

“Jadi saya rasa perbankan belum ketat atau selektif dalam memberikan kredit,” ujarnya.

Di sisi lain, Juda juga melihat likuiditas perbankan juga memadai. Ini tercermin dalam rasio Alat Likuid terhadap Dana Pihak Ketiga (AL/DPK) pada Maret 2025 yang tinggi sebesar 26,22% yang membuat ruang penyaluran kredit masih ada.

Memang, ia memahami ada beberapa bank yang memiliki likuiditas ketat. Hanya saja, Juda juga melihat ada usaha dari bank-bank itu tidak hanya mengandalkan DPK namun juga mencari sumber pendanaan lain.

“Mereka bisa ambil dana dari non DPK dan kami lihat memang ada beberapa peningkatan di situ,” ujar Juda.

Presiden Direktur PT Bank Central Asia Tbk (BCA) Jahja Setiaatmadja pun mengungkapkan bahwa saat ini penyaluran kredit bank yang ia pimpin juga menyesuaikan dengan pertumbuhan DPK yang mereka miliki. Artinya, pertumbuhan kredit BCA tidak akan beda signifikan dengan pertumbuhan kredit.

Baca Juga: Perbankan Mulai Catatkan Penurunan Bunga Kredit

Dalam hal ini, ia pun menyampaikan target pertumbuhan kredit BCA di tahun ini bakal ada di kisaran 6% hingga 8%. Di mana, itu juga masih sejalan dengan pertumbuhan kredit yang terjadi di periode kuartal I/2025.

“Kalau lihatnya periode kuartalan, kredit BCA tumbuh 2,1%. Itu kalau dikali empat kuartal berarti kan masih 8% jadi sejalan dengan target,” ujarnya.

Lebih lanjut, Jahja juga tidak mau terburu-buru dalam melihat sektor-sektor yang terdampak adanya kebijakan AS. Sebab, saat ini pemerintah Indonesia juga sedang melakukan negosiasi dengan AS terkait kebijakan tarif tersebut.

“Kami tidak mau cepat-cepat mengurangi kredit ke sektor tertentu dan akan mengamati dulu perkembangannya seperti apa,” ujar Jahja.

Sementara itu, Direktur Utama  PT Bank Permata Tbk Meliza M. Rusli mengungkapkan di tengah ketidakpastian ekonomi global, pihaknya disiplin untuk menerapkan prinsip kehati-hatian dalam penyaluran kredit dan secara konsisten. Di mana, bank juga mempertahankan struktur neraca yang optimal dengan tetap menjaga tingkat likuiditas yang memadai.

Ia pun optimistis kinerja yang baik di awal tahun ini menunjukkan keyakinan bahwa strategi jangka panjang yang saat ini diterapkan oleh Bank Permata sudah berada di jalur yang tepat. Meliza bilang pihaknya akan terus memperkuat layanan dan digitalisasi mendorong inklusi keuangan, serta meningkatkan produktivitas dan positivitas dalam organisasi.

“Fokus kami tidak hanya pada pertumbuhan, tetapi juga pada menciptakan nilai bermakna yang berkelanjutan bagi seluruh pemangku kepentingan,” ujarnya.

Adapun, Bank Permata mencatatkan kredit pada kuartal I/2025 senilai Rp 156,6 triliun. Jika dibandingkan periode sama tahun sebelumnya, ada pertumbuhan kredit sekitar 6% dan didominasi oleh kredit korporasi yang senilai Rp 92,2 triliun.

Baca Juga: Laju Pertumbuhan Kredit Kian Melambat, Hanya Tumbuh 9,16% pada Maret 2025

Selanjutnya: Investor Asing Ramai Memburu Saham ANTM, dari Blackrock Hingga Russell Investments

Menarik Dibaca: Optimalkan Tumbuh Kembang, Alfamidi Dorong Keluarga Menjaga Pencernaan Balita

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU

[X]
×