kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   -13.000   -0,85%
  • USD/IDR 16.200   0,00   0,00%
  • IDX 7.066   -30,70   -0,43%
  • KOMPAS100 1.055   -6,75   -0,64%
  • LQ45 830   -5,26   -0,63%
  • ISSI 215   0,27   0,12%
  • IDX30 424   -2,36   -0,55%
  • IDXHIDIV20 513   -0,30   -0,06%
  • IDX80 120   -0,79   -0,65%
  • IDXV30 124   -1,30   -1,04%
  • IDXQ30 142   -0,32   -0,23%

Kredit macet diramal naik di akhir tahun


Jumat, 08 September 2017 / 06:20 WIB
Kredit macet diramal naik di akhir tahun


Reporter: Galvan Yudistira | Editor: Wahyu T.Rahmawati

KONTAN.CO.ID - Ramalan tak sedap datang pada industri perbankan. Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) memproyeksikan rasio kredit bermasalah atau non performing loan (NPL) masih akan tinggi atau berada di level 2,8%-3% di akhir tahun 2017. Angka ini sedikit naik dari realisasi NPL perbankan sebesar 2,92% di Juni 2017.

Dalam laporan perekonomian dan perbankan Agustus 2017 LPS, ada sejumlah faktor yang mempengaruhi kenaikan NPL di semester kedua. Misalnya, keputusan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang telah mencabut aturan relaksasi restrukturisasi perbankan pada pertengahan tahun ini.

Doddy Ariefianto, Direktur Group Risiko Perekonomian dan Sistem Keuangan LPS menilai, pencabutan aturan relaksasi restrukturisasi ini tidak memberikan dampak yang signifikan terhadap NPL. Karena mayoritas bank besar atau BUKU IV tetap menggunakan tiga pilar dalam melakukan restrukturisasi.

Sedikit berbeda, sejumlah bank skala kecil justru menilai kebijakan relaksasi restrukturisasi kredit masih dibutuhkan dan belum perlu dicabut. Pasalnya, kelompok bank BUKU II dan BUKU I masih mencatat kredit bermasalah yang cukup tinggi dan permintaan kredit belum membaik.

Pasca pencabutan relaksasi, bank harus mempertimbangkan tiga pilar yakni kemampuan pembayaran debitur, prospek industri dan perusahaan. Saat relaksasi diberlakukan, bank boleh mempertimbangkan salah satu pilar.

Sebelumnya, Direktur Utama Bank Ina Perdana Edy Kuntardjo mengatakan, persyaratan relaksasi restrukturisasi menjadi tiga pilar memungkinkan kenaikan NPL. "Jika NPL meningkat tajam maka ada pengaruh di laba. Nah, jika bank menjadi rugi, maka bank harus tambah modal," katanya. Saat ini, Bank Ina Perdana memiliki rasio modal 61%.

Senada, Direktur Utama Bank Dinar Indonesia Hendra Lie menyebutkan, pihaknya masih berharap relaksasi restrukturisasi kredit dilanjutkan. Relaksasi dibutuhkan di tengah penyaluran kredit yang masih lambat. Meski begitu, Hendra menilai dampak dari pencabutan relaksasi restrukturisasi kredit tersebut tidak signifikan.

Doddy menambahkan, faktor lain yang berpotensi menggerek kenaikan kredit bermasalah di tahun ini adalah pertumbuhan kredit baru yang lebih terbatas dibandingkan sebelumnya. "Kredit kolektibilitas macet trennya menurun dibandingkan periode sama 2016," kata Doddy, Kamis (7/9).

Sedangkan, untuk sektor penyumbang kredit bermasalah terbesar pada paruh kedua ini ada pada sektor industri tambang, komoditas dan sektor menengah masih menjadi kontributor.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU

[X]
×