kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 2.412.000   -13.000   -0,54%
  • USD/IDR 16.645   2,00   0,01%
  • IDX 8.612   -5,26   -0,06%
  • KOMPAS100 1.185   -4,75   -0,40%
  • LQ45 849   -5,56   -0,65%
  • ISSI 307   1,40   0,46%
  • IDX30 438   -1,12   -0,26%
  • IDXHIDIV20 508   -0,68   -0,13%
  • IDX80 132   -0,67   -0,50%
  • IDXV30 139   -0,07   -0,05%
  • IDXQ30 139   -0,10   -0,07%

Laba Agregat Big Bank Mulai Naik Secara Bulanan Bikin Valuasi Menarik Jelang 2026


Rabu, 03 Desember 2025 / 17:28 WIB
Laba Agregat Big Bank Mulai Naik Secara Bulanan Bikin Valuasi Menarik Jelang 2026
ILUSTRASI. Nasabah menggunakan ATM Bank BCA di Jakarta, Jumat (11/10/2024). KONTAN/Baihaki


Reporter: Selvi Mayasari | Editor: Avanty Nurdiana

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kinerja bank-bank besar dalam sepuluh bulan tahun 2025 tengah menjadi sorotan pasar. Berdasarkan riset dari Indo Premier Sekuritas. kinerja empat bank besar yakni Bank Central Asia (BBCA), Bank Rakyat Indonesia (BBRI), Bank Mandiri (BMRI), Bank Negara Indonesia (BBNI) sepanjang 10 bulan tahun 2025 menunjukkan penurunan laba secara tahunan, namun terdapat perbaikan pada kinerja bulanan.

Berdasarkan data kinerja bank-only, laba agregat empat bank besar mencapai Rp 145,1 triliun hingga Oktober 2025, turun 5% secara tahunan. Realisasi tersebut sejalan dengan proyeksi pertumbuhan laba konsolidasi tahun 2025 yang diperkirakan terkontraksi sekitar 3% secara tahunan. 

Secara bulanan, laba bank secara agregat justru naik 3% pada Oktober 2025. Hal ini didorong peningkatan kinerja dari BBRI yang naik 9% secara bulanan dan BBCA naik 4% secara bulanan, sementara BMRI dan BBNI cenderung stagnan.

Baca Juga: Bank Mandiri Mencatat Kredit Korporasi dan Investasi Tumbuh Dua Digit per September

Dari sisi margin, Net Interest Margin (NIM) turun 33 basis poin (bps) menjadi 5,2% akibat penurunan imbal hasil aset sebesar 31 bps. Biaya dana bank alias Cost of Fund (CoF) juga relatif stabil. 

Analis Indo Premier Sekuritas, Jovent Muliadi dalam riset 1 Desember 2025 menyebut, penyaluran kredit tumbuh 8% secara tahunan, sementara dana pihak ketiga meningkat 12% secara tahunan sehingga menekan rasio LDR menjadi 87%, turun 297 bps secara tahunan.

PT Bank Central Asia (BBCA) misalnya membukukan laba bank-only sebesar Rp 48,3 triliun dalam 10 bulan di tahun 2025, tumbuh 4% secara tahunan dan 4% secara bulanan. Pencapaian tersebut sudah sesuai ekspektasi dengan realisasi 84% dari target Indo Premier Sekuritas dan 83% dari konsensus.

Pertumbuhan PPOP BBCA tercatat 8% secara tahunan, ditopang kenaikan pendapatan non-bunga (non-II) sebesar 9% secara tahunan. Beban operasional masih terjaga dengan kenaikan moderat 4% yoy. Meski provisi naik signifikan 110% yoy, cost of credit tetap berada di level 0,4%, sejalan dengan panduan 30–50bp.

NIM BBCA stabil di 5,9%. Kredit dan dana pihak ketiga masing-masing tumbuh 8% dan 7% yoy, dengan dukungan kuat dari pertumbuhan CASA sebesar 10% secara tahunan.

Baca Juga: Bank Mandiri Mencatat Kredit Korporasi dan Investasi Tumbuh Dua Digit per September

PT Bank Rakyat Indonesia (BBRI) mencatat laba bank-only Rp 41,1 triliun dalam 10 bulan di tahun ini, turun 10% yoy namun naik 9% mom.

"Secara konsolidasi, realisasi masih sejalan dengan estimasi yakni 80% dari proyeksi Indo Premier Sekuritas dan 81% dari konsensus," ujar Jovent Muliadi dan Axel Azriel dalam riset, Rabu (3/12/2025).

PPOP BBRI tertekan 6% secara tahunan oleh lemahnya pendapatan non-bunga turun 10% secara tahunan). Provisi meningkat 6% yoy sehingga cost of credit berada di 3,2%, sesuai panduan 3,0–3,2%. NIM melemah menjadi 6,5% akibat penurunan imbal hasil aset, namun membaik dari sisi biaya dana yang turun 20 bps yoy.

Kredit tumbuh 5% yoy, sementara DPK naik 8% yoy dengan pertumbuhan CASA yang sangat solid naik 16% secara tahunan. Rasio LDR berada di level 88%.

Adapun PT Bank Mandiri (BMRI) membukukan laba bank-only Rp 38,9 triliun hingga Oktober 2025, turun 10% yoy dan menurun 1% mom. Menurut Jovent, realisasi kinerja BMRI masih sesuai proyeksi dengan pencapaian 82% target IPS dan 83% konsensus.

PPOP Bank Mandiri turun 11% yoy akibat tekanan beban operasional yang melonjak 41% yoy. Menariknya, menurut Jovent biaya pencadangan justru turun 25% yoy sehingga cost of credit menurun ke 0,5%, jauh di bawah panduan manajemen (0,8–1,0%).

Baca Juga: Bank Mandiri Catat Laba Rp 38,88 Triliun Hingga Oktober 2025

NIM menyusut menjadi 4,3% akibat penurunan yield aset dan naiknya CoF. Kredit tumbuh 11% yoy, sementara DPK meningkat 15% yoy, terutama dari lonjakan deposito berjangka (+51% yoy). Hal ini menekan pertumbuhan CASA yang hanya naik 5% yoy. LDR turun menjadi 92%.

PT Bank Negara Indonesia (BBNI) mengantongi laba bank-only Rp16,9 triliun pada 10M25, turun 6% yoy dan relatif stagnan secara bulanan. Meski begitu menurut Indo Premier Sekuritas, realisasi ini sudah sesuai proyeksi Indo Premier 82%  dan 83% konsensus.

PPOP BBNI turun tipis (-1% yoy) dipengaruhi pelemahan NII (-1% yoy) dan non-II yang hanya tumbuh 3% yoy. Provisi meningkat signifikan (+18% yoy dan +154% mom), mendorong CoC naik menjadi 1,1%, sedikit di atas panduan 1%. NIM turun ke 3,6% akibat penurunan yield aset. 

Kredit tumbuh 10% yoy, sementara DPK naik 21% yoy, sehingga LDR turun drastis ke 87%, atau 889bp lebih rendah dibanding tahun lalu.

Jika dilihat dari RTI, pergerakan saham big banks pada penutupan perdagangan Rabu (3/12), hampir semua saham big banks menunjukkan pelemahan kecuali BMRI yang bergerak naik.

BBRI ditutup melemah 1,35% ke level Rp 3.660 per saham. Selama sepekan terakhir sahamnya juga susut 3,43%. Kemudian, BBCA ditutup turun 0,90%  ke level Rp 8.300 per saham. Selama sepekan terakhir sahamnya juga turun 1,48%.

Serupa, BBNI juga ditutup melemah 0,23% ke level Rp 4.260 per saham. Dalam sepekan sahamnya terjun 3,40%.

Berbeda dengan BMRI yang sahamnya ditutup menguat 0,62% ke level Rp 4.880 per saham. Sepekan terakhir sahamnya juga terlihat terbang 3,39%.

Investment Analyst Infovesta Utama, Ekky Topan menilai, pergerakan saham perbankan, khususnya kelompok bank besar, masih menunjukkan tren yang relatif sepi dan bergerak lambat meskipun IHSG berhasil mencetak rekor baru.

Baca Juga: BCA Hadirkan Mall Ecosystem untuk Tingkatkan Kenyamanan Belanja di SCP

Ekky, menjelaskan kondisi ini disebabkan rotasi dana investor yang sejak beberapa bulan terakhir lebih condong ke saham second liner, komoditas, serta emiten konglomerasi yang memiliki momentum teknikal lebih kuat.

“Secara sentimen, sektor perbankan belum sepenuhnya ‘terbangun’, meskipun fundamentalnya tetap solid,” jelas Ekky kepada Kontan.co.id, Rabu (3/12/2025).

Ekky menambahkan aliran dana asing ke saham-saham bank hari ini juga belum menunjukkan peningkatan signifikan. Investor global masih menunggu kepastian dari sejumlah indikator makro, seperti kelanjutan tren penurunan suku bunga The Fed serta stabilisasi rupiah.

“Secara tren jangka pendek, posisi asing sebenarnya sudah mulai lebih positif dibanding beberapa bulan lalu. Namun aliran yang masuk masih belum cukup besar untuk mengangkat harga saham bank secara signifikan,” ujarnya.

Meski masih tertinggal sepanjang tahun ini, Ekky melihat sektor perbankan justru menjadi salah satu sektor menarik menjelang akhir tahun dan memasuki 2026. Hal ini didukung oleh data kinerja Oktober yang menunjukkan perbaikan kredit serta kenaikan Indeks Keyakinan Konsumen (IKK), yang mengindikasikan mulai pulihnya permintaan.

Jika penurunan suku bunga global berlanjut dan likuiditas domestik diperkuat lewat stimulus pemerintah, sektor perbankan diproyeksikan memiliki peluang besar untuk menyusul kenaikan IHSG.

Dari sisi valuasi, sejumlah bank besar saat ini dinegosiasikan pada level yang lebih rendah dari rata-rata historis. “BMRI dan BBRI sekarang berada di level PBV yang relatif lebih murah. BBNI juga masih cukup undervalued karena perbaikan fundamentalnya belum sepenuhnya dihargai pasar,” kata Ekky.

Untuk investor jangka panjang, Ekky tetap merekomendasikan saham-saham big bank dengan valuasi yang sudah mulai murah dan memiliki potensi dividen besar.

BMRI dengaan target harga Rp 5.600 – 6.000, BBRI potensi menuju Rp 4.500 – 5.000 jika aliran dana asing menguat. Adapun untuk trader jangka pendek, Ekky menyarankan pendekatan wait and see sambil menunggu momentum pembalikan sentimen.

Baca Juga: CIMB Niaga Cetak Laba Rp 5,77 Triliun Hingga Oktober 2025

“Secara keseluruhan, sektor perbankan memang tertinggal tahun ini. Namun justru kondisi itulah yang membuka peluang catch-up rally ketika sentimen makro semakin kondusif,” pungkasnya.

Jovent juga memberi rekomendasi overweight atas saham perbankan.

Selanjutnya: Adira Finance Catatkan Pembiayaan Baru di BNT Rp 1,7 Triliun hingga September 2025

Menarik Dibaca: Promo Alfamart Kebutuhan Dapur 1-15 Desember 2025, Sajiku Bumbu Beli 3 Gratis 1

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Video Terkait



TERBARU
Kontan Academy
Mitigasi, Tips, dan Kertas Kerja SPT Tahunan PPh Coretax Orang Pribadi dan Badan Supply Chain Management on Practical Inventory Management (SCMPIM)

[X]
×