Reporter: Laurensius Marshall Sautlan Sitanggang | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Bank Negara Indonesia Tbk (BNI) mencetak laba bersih sebesar Rp 15,38 triliun pada 2019 lalu. Dalam paparannya, pencapaian laba tersebut hanya tumbuh sebesar 2,5% dari periode tahun 2018 yang sebesar Rp 15,01 triliun.
Penurunan laba tersebut menurut Direktur Keuangan BNI Ario Bimo salah satunya disebabkan oleh pembentukan cadangan kerugian penurunan nilai (CKPN) perseroan di tahun lalu. Hal tersebut juga dilakukan perseroan guna memenuhi aturan main Pedoman Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) 71 yang mulai diberlakukan pada awal 2020.
Baca Juga: Wah, ada 69 bank bermodal cekak yang wajib penuhi ketentuan modal baru
Setidaknya, dalam implementasi tersebut BNI memperkirakan pihaknya bakal menambah CKPN sebesar Rp 13 triliun hingga Rp 15 triliun.
Namun di samping itu, laba yang tumbuh satu digit juga disebabkan oleh pertumbuhan kredit yang tak begitu deras. Di tengah kondisi perekonomian yang menantang sepanjang tahun 2019, BNI tetap mampu mencatatkan pertumbuhan kredit sebesar 8,6% secara year on year (yoy) menjadi Rp 556,77 per akhir 2019.
"Pertumbuhan tersebut masih berada di atas pertumbuhan kredit industri sebesar 6,5% per Oktober 2019," kata Ario dalam konferensi pers kinerja 2019 di Jakarta, Rabu (22/1).
Dengan pertumbuhan kredit tersebut, BNI masih bisa mencetak pendapatan bunga bersih atau net interest income (NII) sebesar Rp 36,6 triliun pada akhir 2019 walau hanya tumbuh 3,3% yoy. Pertumbuhan NII tersebut, pada akhirnya mampu menjaga return on equity (ROE) BNI pada posisi 14 di 2019.
Baca Juga: Melambat di 2019, perbankan yakin tahun ini kredit konsumer bisa tumbuh dua digit
Nah, kalau dirinci berdasarkan segmen kreditnya, pertumbuhan tertinggi terjadi pada korporasi swasta yang naik 19,6% yoy menjadi Rp 181,45 triliun akhir tahun lalu. Segmen ini memang menjadi andalan bisnis perseroan, lantaran menyumbang lebih dari 32% total kredit BNI sepanjang tahun 2019.
Selain korporasi swasta, kredit kecil BNI juga mampu tumbuh 14,2% yoy dari Rp 66,06 triliun menjadi Rp 75,46 triliun akhir tahun lalu. Sementara kredit konsumer, tumbuh 7,7% yoy sepanjang tahun 2019 lalu menjadi Rp 85,87 triliun yang mayoritas disumbang dari kredit pemilikan rumah (KPR).
Namun, bila ditelisik lebih dalam ada beberapa segmen kredit yang mengalami penurunan pada tahun 2019. Salah satunya, kredit kepada BUMN yang susut 3,6% yoy dan kredit menengah yang menurun 2,7%.
Baca Juga: LPS akan kaji perluasan cakupan penjaminan
Kendati dua segmen tersebut mengalami penurunan, kinerja anak usaha BNI dalam hal penyaluran kredit terbilang positif. Merujuk presentasi perusahaan, anak usaha BNI menyumbang 6,29% dari total kredit dengan realisasi menembus Rp 34,31 triliun atau naik 16,1% yoy.
Perseroan menyebut, kredit ke segmen korporasi tetap akan menjadi salah satu motor utama bisnis kredit BNI di tahun ini. Sebab, tahun lalu segmen tersebut tumbuh 9,8%. Kredit korporasi BNI utamanya masuk ke sektor usaha manufaktur, listrik, gas dan air.
"Pinjaman infrastruktur masih menjadi salah satu prioritas dalam menumbuhkan pinjaman segmen bisnis korporasi ini, salah satunya proyek jalan tol," kata Ario.
Di sisi lain, lantaran NII hanya tumbuh relatif tipis. Rasio margin bunga bersih BNI alias net interest margin (BNI) terpantau mengalami penurunan sebanyak 40 basis poin (bps) menjadi 4,9%.
Bank bersandi bursa BBNI ini menjelaskan, NIM yang menurun tersebut juga terdampak ketatnya persaingan likuiditas di tahun 2019. Akibatnya, cost of fund (COF) perseroan pun terkerek naik.
Baca Juga: LPS: Simpanan di bawah Rp 500 juta melambat akibat pendapatan masyarakat menurun
Memang, pada presentasi perusahaan COF BNI naik dari 2,8% di tahun 2018 menjadi 3,2% per akhir 2019. Meski begitu, tahun lalu BNI tetap mampu mencatatkan kenaikan dana pihak ketiga (DPK) sebesar 6,1% yoy menjadi Rp 614,31 triliun.
Adapun, di tahun 2020 ini BNI berharap COF bisa turun dari 3,2% menjadi 3% atau maksimal 3,1%. "NIM kami harapkan di 2020 menjadi 4,9% sampai 5%," pungkasnya. Sementara untuk kredit dan DPK, diproyeksi tumbuh di kisaran 10%-12%.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News