kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Likuiditas mengetat, ini upaya bank menjaga pertumbuhan kinerja


Selasa, 20 Agustus 2019 / 17:52 WIB
Likuiditas mengetat, ini upaya bank menjaga pertumbuhan kinerja
ILUSTRASI. Sejumlah tengah bank menghadapi pengetatan likuiditas.


Reporter: Dina Mirayanti Hutauruk | Editor: Khomarul Hidayat

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sejumlah tengah bank menghadapi pengetatan likuiditas. Sementara disisi lain, bank juga didorong menurunkan suku bunga baik pinjaman maupun dana pasca Bank Indonesia (BI) memangkas bunga acuannya. Lalu bagaimana strategi bank untuk menjaga likuiditas dan tetap bisa menjaga perolehan laba hingga ujung tahun?

PT Bank Central Asia Tbk (BBCA, anggota indeks Kompas100) salah satu yang menghadapi likuiditas yang kian mengetat yang ditandai dengan rasio loan to deposit ratio (LDR) menyentuh level 96%. Untuk menjaga likuiditas, bank swasta terbesar di Tanah Air ini lebih memilih sedikit mengerem penyaluran kredit.

"Dengan ketatnya likuditas ini maka strategi kami harus memproteksi diri sendiri. Kami berharap agar pemintaan kredit tidak terlalu banyak. Sebab kalau kredit digenjot malah bahaya, bisa terjadi perang di sisi funding," kata Santoso Liem, Direktur BCA pada KONTAN, Sabtu (17/8).

Baca Juga: Geber ekspansi, BCA Syariah dan BRI Agro memperkuat modal

Sejalan dengan penurunan bunga acuan, BCA sebetulnya sudah mulai melakukan penyesuaian dengan memangkas bunga kredit terutama di sektor konsumer. Biasanya penurunan itu akan mendorong pertumbuhan permintaan kredit. Itulah sebabnya, BCA memilih mengerem.

Begitu pula dengan bunga deposito, BCA tetap melakukan penyesuaian. BCA sudah memnurunkan sekitar 25 basis poin-50 basis poin mengikuti kebijakan BI. Namun, perkiraan Santoso, bunga dana ini tidak akan turun banyak hingga akhir tahun dengan kondisi likiditas yang ketat tadi.

Baca Juga: Bank Artos (ARTO) bidik dana segar Rp 181 miliar dari rigts issue

Di samping mengerem kredit, BCA juga akan mengoptimalkan penghimpunan dana murah atau current account saving account (CASA) sebagai strategi menjaga likuiditas. Sementara untuk menjaga perolehan laba di tengah rencana penyaluran kredit yang tak terlampau agresif, BCA bakal lebih fokus mengoptimalkan perolehan pendapatan non bunga atau fee based income (FBI).

PT Bank Mandiri Tbk (BMRI, anggota indeks Kompas100) yang juga menghadapi kondisi yang sama dengan LDR menyentuh 97,94 % per Juni 2019. Bank ini juga akan fokus menggenjot CASA dari sisi penghimpunan dana. "Kami akan selektif mengambil deposito untuk spesial rate. Pasalnya kami juga ingin jaga NIM," kata Panji Irawan, Direktur Keuangan Bank Mandiri.

Bank pelat merah ini menargetkan menjaga margin bunga bersih di level 5,6% sampai penghujung tahun. Panji bilang, saat ini Bank Mandiri sedang galau karena harus menjaga NIM di tengah ketatnya likuiditas sementara suku bunga termasuk bunga kredit dalam tren turun. Oleh karena itu, bank ini juga sedang berpikir-pikir menaikkan bunga kredit.

Nixon Napitulu, Plt Direktur PT Bank Tabungan Negara Tbk (BBTN, anggota indeks Kompas100) juga mengakui adanya pengetatan likuiditas. Hanya saja, dia mengklaim, kondisi itu sudah sedikit mulai membaik jika dibandingkan posisi Juni 2019.

Baca Juga: BCA sosialisaikan biaya QRIS ke merchant

Guna menjaga likuiditas, bank spesialisasi KPR ini sudah menurunkan target pertumbuhan penyaluran kredit tahun ini menjadi 10%-12%. Sementara dari sisi DPK, Nixon yakin masih akan bisa mengejar pertumbuhan sekitar 10%-11% walaupun BTN sudah mulai menurunkan bunga deposito spesial rate mengikuti penurunan bunga LPS sekitar 25 basis poin.

"Selain dorong CASA, BTN juga akan menurunkan deposito institusi dan mendorong deposito ritel yang memiliki biaya lebih murah. Ritel ditargetkan bisa tumbuh 10%, sedangkan institusi hanya 6%," jelas Nixon.

Nixon yakin likuiditas BTN membaik karena BTN memiliki beberapa peluang untuk wholesale funding sekitar Rp 10 triliun sampai akhir tahun yang terdiri bilateral loan dengan Bank Mandiri dan beberapa bank asing, surat utang subordinasi, dan sekuritisasi.

Baca Juga: Rights issue Bank Artos bakal diserap oleh BCA?

Sedangkan PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI, anggota indeks Kompas100) dan PT Bank OCBC Nisp Tbk (NISP) sedikit berbeda. Kedua bank ini mengakui likuiditas tidak lagi jadi tantangan utama mereka karena DPK masih tumbuh bagus. BRI juga terbantu dengan adanya pelonggaran aturan Giro Wajib Minimum (GWM) sehingga BRI mendapat tambahan likuiditas Rp 4 triliun.

Saat ini LDR BRI ada di level 93%. Selain terbantu dengan GWM, Haru Koesmahargyo, Direktur Keuangan BRI bilang, pelonggaran aturan rasio intermediasi makroprudensial (RIM) juga akan turun membantu pelonggaran likuiditas.

"Dengan pelonggaran RIM, kita juga semakin optimal dalam penggunaan likuiditas,"ujarnya. Terkait suku bunga, BRI sudah melakukan penyesuaian baik untuk kredit dan pinjaman sejalan dengan penurunan bunga acuan dan LPS rate.

Baca Juga: Wah, Lebih dari 35% Saham Bank BRI (BBRI) Dikuasai Investor Asing

Parwati Surjaudaja, President Direktur OCBC NISP mengatakan likuiditas tidak jadi isu karena LDR NISP masih di bawah 90%. DPK bank ini juga tumbuh dengan baik dimana CASA naik double digit hingga Juli. "Tantangan kami saat ini lebih pada bagaimana memacu kredit." ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×