kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.896.000   -8.000   -0,42%
  • USD/IDR 16.784   16,00   0,10%
  • IDX 6.387   124,67   1,99%
  • KOMPAS100 918   22,11   2,47%
  • LQ45 720   12,94   1,83%
  • ISSI 200   6,23   3,21%
  • IDX30 377   4,59   1,23%
  • IDXHIDIV20 455   4,91   1,09%
  • IDX80 104   2,70   2,66%
  • IDXV30 111   4,18   3,93%
  • IDXQ30 123   1,07   0,88%

Likuiditas Perbankan Nasional Kian Ketat, LDR Bank Besar Lampaui Batas Sehat


Sabtu, 12 April 2025 / 16:50 WIB
Likuiditas Perbankan Nasional Kian Ketat, LDR Bank Besar Lampaui Batas Sehat
ILUSTRASI. Uang Beredar Meningkat: Teller menghitung uang di Bank Negara Indonesia, Depok, Jawa Barat, Senin (1/3). Tidak hanya dialami bank kecil dan menengah, tekanan likuiditas juga dirasakan oleh sejumlah bank besar.


Reporter: Dina Mirayanti Hutauruk | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kondisi likuiditas perbankan nasional semakin menekan. Tidak hanya dialami bank kecil dan menengah, tekanan likuiditas juga dirasakan oleh sejumlah bank besar. 

Rasio kredit terhadap simpanan atau loan to deposit ratio (LDR) pada beberapa bank kelompok Kinerja bank berdasarkan modal inti (KBMI) 4 telah melampaui ambang batas sehat, yakni 92%.

PT Bank Negara Indonesia Tbk (BNI) mencatat LDR tertinggi, yaitu sebesar 95,7% per Februari 2025. Meski menurun dibanding bulan sebelumnya yang mencapai 98,8%, angka tersebut masih jauh lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang berada di level 87,8%.

Baca Juga: Bank Besar Pasang Target Margin Bunga Bersih Lebih Kecil di Tahun Ini

Kondisi ini disebabkan oleh ketimpangan pertumbuhan antara penyaluran kredit dan penghimpunan dana pihak ketiga (DPK). 

Kredit BNI tumbuh sebesar 10,2% secara tahunan, sedangkan pertumbuhan DPK hanya 1%. Ketidakseimbangan ini dikhawatirkan akan membatasi ruang ekspansi kredit serta meningkatkan biaya dana ke depan.

PT Bank Mandiri Tbk menghadapi situasi serupa, dengan LDR mencapai 92,5% per Februari 2025. Angka ini naik dari 90,8% pada periode yang sama tahun sebelumnya. Kredit Bank Mandiri tumbuh pesat sebesar 19% secara tahunan, sementara DPK hanya meningkat 1,4%.

Sementara itu, PT Bank Central Asia Tbk (BCA) dan PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BRI) masih mencatat LDR di kisaran yang lebih aman. LDR BCA meningkat dari 73,5% menjadi 80,6% dalam setahun, sedangkan LDR BRI tercatat sebesar 88,26%.

Baca Juga: Libur Nataru, Enam Bank Besar Ini Suplai Uang Tunai Rp 144 Triliun

Investment Analyst Stockbit, Everson Sugianto, menyatakan bahwa likuiditas BCA mulai mengetat seiring pertumbuhan kredit yang lebih cepat dibanding DPK. “Per Februari, kredit BCA tumbuh 14% year-on-year, sedangkan DPK hanya tumbuh 3,8%,” ujarnya.

Everson menilai bahwa persoalan likuiditas tidak hanya dialami satu atau dua bank, melainkan merupakan isu industri secara keseluruhan. Namun demikian, ia menilai posisi likuiditas BCA masih lebih baik dibandingkan bank-bank KBMI 4 lainnya.

Ia juga menyoroti perbaikan likuiditas pada Bank Mandiri. Menurutnya, pertumbuhan kredit Mandiri diperkirakan akan melandai ke kisaran 10%–12% sesuai panduan manajemen, dan hal ini didukung oleh pertumbuhan DPK yang lebih kuat.

Manajemen Bank Mandiri menargetkan LDR berada pada kisaran 90%–95% sepanjang tahun 2025. Sekretaris Perusahaan Bank Mandiri, M. Ashidiq Iswara, menyatakan pihaknya akan fokus memperkuat dan mengefisienkan struktur pendanaan guna menjaga likuiditas tetap optimal.

Baca Juga: Bank Besar Catat Pertumbuhan Fee Based Income di Kuartal III-2024, Ini Pendorongnya

Strategi yang ditempuh Bank Mandiri mencakup upaya mendorong pertumbuhan DPK yang lebih tinggi daripada kredit, dengan menitikberatkan pada penghimpunan dana murah (current account saving account/CASA), terutama dari transaksi nasabah wholesale dan ritel melalui peningkatan volume dan frekuensi transaksi.

BI Salurkan Insentif Likuiditas Rp 292 Triliun

Untuk mengatasi permasalahan likuiditas di industri perbankan, Bank Indonesia (BI) telah memberikan insentif melalui Kebijakan Likuiditas Makroprudensial (KLM). Kewajiban penempatan giro bank di BI yang semula 9% dapat didiskon hingga 5% apabila bank menyalurkan kredit ke sektor prioritas.

Hingga pekan kedua Maret 2025, BI telah menyalurkan insentif KLM senilai Rp 292 triliun. Rinciannya, sebesar Rp 132,84 triliun diserap oleh bank swasta, Rp 125,72 triliun dimanfaatkan oleh bank BUMN, dan Rp 27,91 triliun diserap oleh bank pembangunan daerah.

Mulai 1 April 2025, BI menambah insentif sebesar Rp 80 triliun khusus bagi bank yang menyalurkan kredit ke sektor perumahan. Dengan demikian, total insentif yang dialokasikan untuk sektor perumahan mencapai Rp 103 triliun sepanjang tahun ini.

Baca Juga: Tiga Bank Besar Jepang Agresif Lakukan Ekspansi Bisnis di Asia, Termasuk Indonesia

Kepala Departemen Kebijakan Makroprudensial BI, Solikin M. Juhro, menyatakan bahwa realisasi insentif KLM akan dievaluasi setiap tiga bulan. 

Saat ini, kebijakan tersebut hanya berlaku untuk sektor-sektor prioritas yang dinilai mampu mendorong pertumbuhan ekonomi nasional. 

“Bicara kemungkinan, mungkin saja, tergantung kondisi dan urgensinya,” ujar Solikin belum lama ini, menanggapi peluang perluasan insentif ke sektor lainnya.

Presiden Direktur CIMB Niaga, Lani Darmawan, menyebut bahwa insentif KLM lebih berdampak pada penurunan biaya dana daripada mendorong likuiditas. “Cost of fund CIMB Niaga turun 0,1%–0,15% pada sektor yang diberi insentif,” ujarnya.

Baca Juga: Kredit Menganggur Bank Besar Makin Menumpuk, Capai Ratusan Triliun pada 2024

Kendati demikian, likuiditas CIMB Niaga masih mengetat. LDR bank ini per Februari 2025 tercatat sebesar 86,14%, naik dari 80,9% pada periode yang sama tahun lalu.

Selanjutnya: Bank Mandiri Siapkan Lelang 3.000 KPR Macet, Cek Cara Mendapatkannya

Menarik Dibaca: 30 Template Kartu Ucapan Paskah untuk Anak-Anak dengan Desain Lucu Penuh Warna

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU

[X]
×