Reporter: Astri Kharina Bangun |
JAKARTA. Ancaman kekeringan likuiditas valuta asing (valas) tahun depan bakal membuat perbankan dalam negeri lebih selektif mengucurkan kredit ke sektor usaha berbasis valas sambil menunggu kembali derasnya arus dana asing yang masuk.
"Kalaupun memberikan kredit valas harus yang nantinya digunakan untuk produksi dan diekspor. Yang jelek kalau output-nya dari produksi sebagian besar dipasarkan dalam negeri," kata Kepala Ekonom BNI Ryan Kiryanto, Selasa (28/11).
Komoditas ekspor yang masih menarik adalah tekstil dan produk tekstil, migas, dan batubara. Ekspor ke kawasan China juga masih berprospek bagus karena sekalipun melambat namun perekonomian Beijing tetap tumbuh.
Terkait secondary reserve, Ryan mengungkapkan bank-bank akan menjaganya sesuai regulasi BI. Namun, jika likuiditas mengetat maka BI perlu menurunkan batas wajib GWM.
"Saya kira BI tahu persis bank-bank berhadapan pada pengetatan likuiditas valas. Propose yang bisa kami sampaikan ke bank sentral adalah GWM dikurangi. Sekarang 8%. Diturunkan jadi 5%. Jadi yang 3% kembali ke bank lagi," papar Ryan.
Langkah lain yang bisa ditempuh perbankan adalah mengupayakan debiturnya untuk mengajukan fasilitas kredit dalam rupiah. Apalagi saat ini likuiditas rupiah masih bagus.
Pasalnya, agak sulit bagi perbankan dalam negeri selama kondisi global belum pulih untuk bisa memasok valasnya dari bank di luar negeri. Beberapa bank di Eropa saat ini justru meminjam ke bank di Asia karena di Eropa sedang carut-marut. Pemilik dana menarik uangnya lantaran khawatir.
Meski demikian, Ryan mengungkapkan saat ini kondisi likuiditas valas dalam negeri masih mencukupi.
"Hitungan kami di BNI, cadangan likuiditas masih manageable sampai semester I 2012. Cuma untuk pembiayaan valas harus direm. Melihat LDR valas perbankan saat ini, ruang ekspansi mulai terbatas,” ujarnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News